Rabu, 28 Oktober 2009

Tolak Tambang, Geram Usung Peti Mati

Catatan: Tulisan ini diambil dari harian Flores Pos, Saya tidak merubah sedikitpun.
Tulisan sesuai dengan aslinya, "Tolak Tambang, Geram Usung Peti Mati"
* Desak DPRD Mabar Gunakan Hak Angket

Oleh Andre Durung
Labuan Bajo, Florespos.com - Gerakan Masyarakat Anti Tambang (Geram) Flores-Lembata kembali berunjuk rasa tolak tambang di Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Selasa (27/10). Kali ini nuansanya sedikit berbeda. Para pendemo mengusung sebuah peti mati dan menggelar ritus adat menyembelih seekor ayam hitam. Ketua Geram Florianus Suryon mengenakan pakaian adat Manggarai. Dalam aksinya, Geram melakukan pawai menuju gedung DPRD, kantor bupati, dan mapolres.

Mereka menggelar poster dan spanduk, berorasi, dan membacakan pernyataan sikap. Pada spanduk, tertulis: ”Tangkap para pejabat dan investor tambang perusak hutan lindung di Tebedo RTK 108 dan alih fungsi tata ruang wilayah Batu Gosok menjadi wilayah tambang emas”.

Spanduk lain: ”Berduka atas matinya saudara kita hutan lindung Tebedo RTK 108 oleh hantu tambang”. Hak Angket Pantauan Flores Pos, dari lapangan bola kaki Kampung Ujung, massa geram menuju gedung DPRD sambil mengusung peti mati berbalut kain hitam, lengkap dengan krans bunga bertuliskan antara lain ”Oh…Hutanku”.

Di gedung dewan, mereka tidak masuk ruangan. Mereka hanya berorasi di halaman dan membacakan pernyataan sikap. Antara lain, mendesek dewan menggunakan hak angket. Ini perlu dilakukan DPRD Mabar jika benar keberadaan mereka merupakan representasi rakyat Mabar dan jika sungguh keberadaan mereka berpihak pada rakyat. Selama ini, kata geram, DPRD terkesan hanya bisa bicara berpihak pada rakyat.

Menanggapi desakan pendemo, Wakil Ketua Sementara DPRD Mabar Pasir Yohanes menyatakan terima kasih dan berjanji akan membahasnya di dewan. “Soal hak angket, kita akan bahas nanti bersama agenda lain, setelah pelantikan pimpinan dewan difinitif. Mungkin kita akan minta teman-teman. Terima kasih atas aspirasi Geram. Selamat berjuang,” kata Pasir disambut tepuk tangan pendemo.

Pertemuan yang juga dihadiri sejumlah wakil rakyat itu berlangsung di pintu masuk gedung. Peti mati dan sejumlah krans bunga diletakkan sejenak di situ hingga pertemuan selesai. Dalam orasinya, Florianus Suryon alias Fery Adu mengatakan, peti mati yang mereka usung merupkan simbol kematian hukum dan keadilan di Mabar.

Rakyat kecil potong satu dua batang pohon, langsung ditangkap dan dibui. Sedangkan penguasa dan pengusaha yang merusak hutan lindung di Tebedo dan menggaruk bukit di Batu Gosok untuk eksplorasi tambang emas tidak ditangkap dan tidak dibui. Ini tidak adil Orator lain, Kornelis Rahalaka, menyatakan kecewa karena dalam demo kali ini Geram kembali gagal bertemu Bupati Wilfridus Fidelis Pranda. Bupati lagi-lagi sedang tidak berada di tempat. Sikap Resmi GerejaDari gedung dewan geram menuju kantor bupati. Juga sambil mengusung peti mati. Di sana mereka berjemur di panas terik di halaman kantor. Mereka berorasi. Rm. Robert Pelita Pr dalam orasinya mengatakan, ia dan rekan-rekan imam bergabung dengan Geram untuk tolak tambang karena ini merupakan sikap resmi Gereja Lokal Keusukupan Ruteng. Sejak Mei 2009, kata Rm Robert, Keuskupan Ruteng sudah secara resmi menolak kehadiran tambang di Manggarai Raya, yang meliputi Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur. Sikap resmi Gereja ini sudah dikirim kepada ketiga pemkab.

Fery Adu dalam orasinya menyatakan kecewa berat karena kali ini Geram lagi-lagi gagal bertemu Bupati Wilfridus Fidelis Pranda. “Ini sudah sekian kalinya.” Wakil Bupati Agustinus Ch. Dula saat itu juga dikabarkan sedang tidak berada di tempat.

Di halaman kantor ini, para pendemo melakukan ritus adat, menyembelih ayam hitam, sambil menyanyikan lagu, ”Indonesia tanah air beta ....” Mereka juga memberi uang duka (seng wae lu’u) yang diletakkan di atas peti mati. Di atas peti itu, mereka letakkan pula pernyataan sikap. Sebab, mereka gagal bertemu pejabat pemkab.

Peti mati, krans bunga, dan ayam korban mereka ’semayamkan abadi’ di halaman kantor bupati. Dukung Polres Dari halaman kantor bupati, pendemo menuju mapolres seraya menyanyikan lagu perjuangan ”Maju Tak Gentar”. Mereka memberi dukungan moril kepada polres karena saat ini proses hukum kasus tambang di Mabar, baik Tebedo maupun di Batu Gosok, sedang berjalan. Mereka diterima Kabag MIN Polres Mabar I Ketut Sumendra di gerbang masuk.

Kapolres AKBP Samsuri dan Wakil Kapolres Kompol Beny Hutajulu sedang tidak berada di tempat. Geram menyerahkan pernyataan sikap. Ketut Sumendra mengucapkan terima kasih atas kunjungan dan pernyataan sikap. Dari mapolres, Geram kembali ke posko. Demo ini dikawal ketat aparat polres. Aksi di halaman gedung DPRD dan halaman kantor bupati disaksikan banyak warga masyarakat

Alasan Tolak Tambang Geram Flores Lembata menolak pertambangan emas di Mabar, khusus di wilayah Batu Gosok dan Tebedo, karena berbagai alasan, sebagaimana diungkap dalam pernyataan sikap saat demo.

Pertama, aktivitas pertambangan di wilayah Tebedo, Desa Pota Wangka, Kecamatan Boleng, masuk dalam kawasan hutan lindung RTK 108. Sementara kegiatan eksplorasi tambang di Batu Gosok, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang wilayah yang di atur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 30/ 2005 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Mabar yaitu untuk pariwisata komersial.

Kedua, prosedur pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dimaksud tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam Perda Mabar No. 27 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum. Lokasi eksplorasi tambang Batu Gosok terletak di atas kawasan bukit dengan kemiringan lebih dari 40 derajat yang seharusnya menjadi kawasan konservasi.

Wilayah izin lokasi eksplorasi tambang Batu Gosok merupakan kawasan pesisir yang dikelilingi oleh ekosistem pesisir yang sangat penting. Seperti terumbu karang, padang lamun, dan mangrove yang harus dilindungi. Dan lokasi eksplorasi tambang Tebedo masuk dalam kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai kawasan endapan air dan kawasan penyangga bagi hutan Mbeliling.

Ketiga, dampak lingkungan dan sosial akibat eksplorasi tambang di Batu Gosok dan Tebedo belum dibuat sepenuhnya sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Untuk pertambangan Batu Gosok, terjadi pelanggaran pemanfaatan tata ruang kegiatan eksplorasi tambang dengan aktivitas pariwisata dan usaha perikanan/nelayan di dalam kawasan.

Geram mengimbau seluruh komponen masyarakat Mabar, Manggarai, Manggarai Timur serta masyarakat Flores dan Lembata, baik yang berdomisili di Flores-Lembata maupun yang berkarya di luar Flores-Lembata untuk bersama-sama melakukan gerakan perlawanan terhadap kebijakan pertambangan.

Sikap perlawanan dimaksud akan membantu menyelamatkan bumi/alam Flores-Lembata dari kehancuran. Pernyataan sikap Geram yang ditandatangani Ketua Geram Flores-Lembata Florianus Suryon dan Korlap/Sekjen Geram Flores-Lembata Cheluz Pahun. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar