Selasa, 27 Oktober 2009

Satu Nusa Satu bangsa Satu bahasa

By: Romald Kahardi

"Satu nusa satu bangsa satu bahasa kita, tanah air pasti jaya untuk selama-lamanya; Indonesia pusaka, Indonesia tercinta, Nusa bangsa dan bahasa kita bela bersama......" Demikian lirik lagu satu nusa satu bangsa karangan L. Mnik yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kita menyanyikan lagu ini sejak kita duduk di bangku TK, SD, SMP, SMA dan seterusnya...... Hingga kini lagu itu sudah mendarah daging dalam diri kita. Walaupun demikian, pernahkah kita merefleksikan sejenak tentang makna dari penggalan lirik lagu karangan L. Manik ini?

Hari ini kita merayakan hari sumpah pemuda. Hari dimana kita memperingati perjuangan kawula muda tempoe dulue (28 oktober 1928) yang dengan gagah berani dan lantang memproklamirkan sumpah setia mereka kepada Bangsa, yaitu bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku agama dan ras serta kebudayaan, yang saat itu masih dalam tekanan dan kungkungan penjajah; namun mereka kaum muda tampil dengan berani untuk bersumpah, ” SATU NUSA SATU BANGSA dan SATU BAHASA, yaitu INDONESIA.

Kini dalam situasi dan suasana yang berbeda di alam kemerdekaan kita merayakan dan memperingati moment bersejarah ini. Masihkah rasa kebangsaan dan keIndonesiaan kita melekat dihati segenap insan pertiwi negeri ini? Sebuah pertanyaan yang patut untuk direnungkan dan dimaknai.

Pemuda di seantero jagad raya ini memiliki dinamika yang khas. Kadar spiritualitasnya murni dan memancarkan energi pencerahan luar biasa. Ketika kebanyakan orang asyik dengan diri sendiri, mereka tampil di barisan terdepan dalam kesatuan aksi pembaruan yang cenderung radikal. Itulah yang terjadi saat Pemuda Indonesia bersumpah untuk (selamanya) satu bangsa, bahasa dan tanah air Indonesia.

Dalam konteks kekinian, ketika revolusi teknologi informasi telah melintas batas teritorial yang secara tradisional dinyatakan sebagai milik suatu bangsa dan kebanyakan warganya asyik dengan (kepentingan) diri sendiri (dan kroninya), ada satu pertanyaan yang perlu dimajukan. Masih relevankah memegang teguh Sumpah Pemuda sebagai titik tumpu pencerahan dan pembaruan sikap hidup bersatu dalam bangsa, bahasa dan tanah air Indonesia ?

Memajukan derajat kehidupan bangsa dapat dilakukan sesuai dengan kapasitas diri kita masing-masing. Karena setiap orang punya potensi yang dapat dikembangkan untuk mencapai kapasitas itu. Jika setiap anak bangsa memberikan satu langkah ke depan, bisa dibayangkan betapa lapang jalan yang dapat kita lalui bersama untuk mengatasi krisis multisdimensional saat ini. Menghargai keanekaragaman dalam kancah negara kesatuan indonesia adalah salah satu bentuk apresiasi dan pemaknanaan Sumpah pemuda dalam hal ”SATU NUSA SATU BANGSA.”

Lalu bagaimana dengan SATU BAHASA? Mengapresiasi bahasa Indonesia tidak harus diwujudkan dalam bentuk ekstrim semisal menolak pemakaian bahasa asing dan lokal sebagai media komunikasi verbal, bahasa pengantar dan sejenisnya. Atau juga denganb melakukan parade baca puisi dan berbalas pantun setiap hari. Penting dicatat bahwa memelihara kelenturan sikap dalam ber-Bahasa Indonesia justru akan menjadi faktor pengaya dalam kebhineka tunggal ika-annya. Tentu, perlu ada aturan baku sebagai acuan utama dalam mengupayakan pengayaan itu. Selain menjadi pengatar, Bahasa Indonesia sangat perlu dikembangkan sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Ini adalah bukti penghargaan kita terhadap Bahasa Indonesia dalam menjiwai makna ”SATU BAHASA.”

Karena itu, peringatan hari SUMPAH PEMUDA hendaknya menjadi moment untuk merefleksikan kesadaran jati diri kita sebagai anak bangsa yang bertanah air satu, tanah air Indonesia, dan berbangsa satu bangsa Indonesia serta bangsa yang memiliki satu bahasa persatuan, yaitu: bahasa Indonesia. MERDEKA!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar