Kamis, 12 Maret 2009

Voice of the voiceless

Akhir-akhir ini, teriakan atau rintihan kegelisahan anak negeri, khususnya orang miskin atau orang yang kurang mampu sebagai akibat dari adanya rencana pemerintah untuk menghapus subsidi BBM serta menaikan harga BBM semakin kian keras.

Desakan arus bawah/kaum marginal yang terpinggirkan akibat kebijakan pembangunan yang salah untuk bersuara sudah semakin kuat. Gumaman mereka kini mulai diikuti oleh cendikiawan muda Indonesia yakni kalangan pelajar dan mahasiswa. Tidak heran, Kemarin Hingga hari ini BEM UI se-indonesia mengadakan aksi turun ke jalan untuk menyuarakan suara rakyat, suara kaum lemah, arus bawah yang tidak didengarkan atau pura-pura tidak didengar oleh para wakil rakyat di Parlemen di Tahtah senayan. Sepertinya rakyat kurang percaya lagi dengan wakil rakyat. Karenanya dengan caranya sendiri, parlemen jalanan menyuarakan aspirasi rakyat banyak.Parlemen sebagai corong aspirasi rakyat yang mengawasi dan memberikan masukan kepada pemerintah sepertinya tidak mampu lagi menampung aspirasi rakyat.

Momentum peringatan 100 tahun kebangkitan Nasional rupanya harus menjadi moment untuk merefleksikan perjalanan bangsa Indonesia, khususnya dalam memaknai 63 Tahun Kemerdekaan dan menjadi moment untuk membangun kembali rasa kebangsaan kita sbagai sebuah bangsa yang bermartabat. Seabat kebangkitan nasional yang kita rayakan tahun ini menjadi moment untuk membangun dan mengentaskan benih-benih kemiskinan. Kalau Dulu kita berjuang untuk merdeka dan terlepas dari penjajahan bangsa lain. Kini kita berjuang untuk membebaskan diri dari kemiskinan. Namun Apa sebenarnya yang menjadi factum primum dari kemiskinan di negeri ini?

Kemiskinan masih menjadi momok dan batu sandungan dalam pembangunan di negeri ini. Kemiskinan masih dan terus saja ada sepanjang negara ini masih dikelola secara salah. Salah urus negara menjadi biang prahara munculnya kemiskinan. Karena miskin orang akhirnya turun ke jalan untuk menjadi pengemis, tukang minta-minta. Karena tersingkir oleh pembangunan, banyak orang di kota yang tidak mempunyai rumah tinggal yang tetap, Karena penggusuran, banyak orang menjadi miskin, karena bencana alam yang menimpa warga, rakyat menjadi miskin. Kalau alam sukar untuk diprediksi; akan tetapi kalau miskin karena kebijakan pembangunan yang salah ini harus dilawan. Tidak heran kalau akhir-akhir ini semakin banyak orang turun ke jalan untuk berteriak. Beteriak melawan kebijakan pemerintah, kebijakan pembangunan yang berkedok untuk mensubsidi rakyat.

Kalau kondisi saat ini saja banyak rakyat miskin di kota dan desa yang terlilit kemiskinan, apa lagi kalau BBM naik. Semuanya pasti ikut naik. Apalagi barang-barang kebutuhan pokok. Pasti akan naik. Ekses dari kenaikan BBM itu merambat kemana-mana. Untuk masyarakat miskin kota hal ini akan menjadi ”Bumerang” dan akan menggerogoti hidup mereka. Orang miskin memang tak bisa bersuara,mereka hanya bisa bergumam dalam diam. Mereka buta politik itu dan ini. Mereka tidak tahu soal IMF, tidak kenal inflasi atau APBN. Yang mereka tahu, Presiden mereka sekarang adalah SBY dan wakil Presiden mereka adalah JK. Tentang lebih jauh tentang kebijakan moneter Indonesia , wah......... gelap seperti apa itu, merka sepertinya gak tahu apa-apa; tetapi jangan salah, sebuah pemerintahan dalam sebuah negara bisa tumbang kalau suara dari kaum tak bersuara, ”voice of the voicelless” tidak di dengar oleh pemerintah. Karena Revolusi pasti akan terjadi. Dan Revolusi yang didukung oleh rakyat, apalagi kalangan terpelajar seperti Mahasiswa dan rakyat banyak akan menghasilkan sebuah perubahan. Perubahan bisa kearah yang baik; bisa juga ke arah yang buruk. Karena itu jangan dipandang dan dianggap ”sebelah mata.”

Kembali ke Persoalan BBM, Sebuah pilihan yang sulit bagi Pemerintahan SBY & JK. Alasan untuk menaikan harga BBM hingga kini belum bisa diterima oleh rakyat, apalagi oleh kalangan ekonomi menengah kebawah dan kaum miskin. Kalau saya boleh berpendapat seperti ini: BBM boleh dinaikan kalau dengan tujuan untuk mensubsidi kaum miskin/rakyat miskin; kalau begitu BLT Plus jangan hanya untuk tiga bulan atau beberapa bulan saja, tetapi setiap bulan. Kalau demikian adanya, rakyat pasti tidak protes apalagi harus turun ke Jalan untuk berunjukrasa / berdemo.......... Asyik kan??????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar