Selasa, 01 Maret 2011

LIKA LIKU PERJALANAN SANG BUNDA MENUJU RUMAH BAPA





LIKA LIKU PERJALANAN SANG BUNDA MENUJU RUMAH BAPA
Oleh : Romald Kahardi



Riwayat Hidup Selayang Pandang

Kristina Nanut, Lahir di Bambor, 01 Juli tahun 1943. Ia lahir sebagai anak tunggal dari Bapak Petrus Angka dan Ibunya Elizabeth Hanum. Mama Kristina mempunyai lika-liku perjalanan hidup yang unik. Menurut cerita dari To’a Bone Aman, mama di larikan ke Werang dan dipelihara oleh Orang tua TO’a Bone sejak umur 5 hari. Mama dilarikan ke Werang dengan Kuda oleh Empo Ame d’ Hambur (Orang tua Om P. Yan Hambur, SVD) Pastor Paroki Wolowaru sekarang ini. Kini To’a Bone Aman tak kuasa menahan kesdihan karena Nanut adalah satu-satunya saudari yang ia punya. Mereka dianggap saudara sekandung karena To’a Bone pun hanya seorang diri.

Pernikahan dengan Gerardus Ladu

Mama Kristina menikah dengan Gerardus Ladu Putra bapak Paulus Ngampu dan Ibu Dortea Dia. Semasa Hidupnya Mama Kristina tergolong orang yang gampang bergaul dan memiliki semangat kekeluargaan yang sangat tinggi dan seorang pekerja keras. Hal yang sama juga bagi alm.Bapa Geradus Ladu suaminya.

Dari pernikahanya dengan Gerardus, Mama Kristina dianugerahi oleh Tuhan 6 orang anak dan 3 orang cucu. Anak-anak mereka adalah : Siprianus Ardi (Bapa kevin); Romoaldus Kahardi (Muhar), Benediktus Ferdi (Bene) Agustinus Moses (Moses) Sofiana Delia (mama sela) dan Lusia lasri (Lus). Dari keenam anak-anak mereka ini, tiga orang sudah menikah dan tiganya belum. Yang sudah menikah : Sipri, Muar dan Sofi. Moses selangkah lagi akan menikah walaupun secara adat Moses sudah menikah.

Puji Tuhan dan berkat usaha dan kerja keras Mama Kristina dan Bapa Geradus anak-anaknya bisa menamatkan pendidikan SMA satu dan Sarjana. Semuanya bisa hidup mandiri. Kini kak Sipri menjadi tulang punggung keluarga menggantikan posisi bapak dan mama di Noa – Bambor. Muhar bekerja sebagai guru di Jakarta bersama istrinya seorang perawat yang bisa merawat mama kristina sampai hari dan saat-saat terakhir hidup mama Kristina. Bene di Labuan Bajo, Moses di Jakarta. Delia sudah berkeluarga dan Lusi juga sudah mulai mandiri. Ini semua berkat usaha, doa dan kerja keras dari Alm. Mama kristina dan alm. Bapa Gerardus.

Menurut kisah dan cerita yang saya tangkap dari Obrolan keluarga setelah acara penguburan mama selesai. Kisah cinta mama Krstina dan Geradus bermula dari cerita ”tadok kaba lambar” dise Empo Ngampu. Tadok kaba ho,o ce’e mantang lusin kaba ho,o cai le Wuncung. Le hitu ise bapa gerardus agu empo Ngampu agu ise bapa Mikael toko one sekang d’ Kraeng Toka. Ame d’ mama Kristina. Laing hitu pu’ung mangan repa mata sampai akhirnya mereka menikah. (Untuk lebih lanjut tentang kisah ini tanya saja sama Bapak Mikael......) Dari sinilah muncul ikatan kelurga Mantang dan Bambor di keluarga ini. Karena tadok kaba lambar ini juga, Sipri, Muhar, Bene, Moses, Delia dan Lus ada.....!

Saat-saat akhir hidup Mama Kristina

Alm. Mama Kristina adalah orang yang pekerja keras dan tidak mau tinggal diam. Hari sabtu tanggal 29 Januari 2011 ia masih pergi tanam padi, Sore masih menyuruh kak sipri untuk deko manuk di rumah bapa David. Dan malam masih sempat pepek welu. Saat Pepek welu di dapur, mama kena sakit dan rebah ke baskom/penggek welu yang sudah di bersihkan. Dari situ mama langsung tidak bisa ngapa-ngapain alias koma. Sebuah penderitaan yang sangat berat dan memilukan hati.

Mama termasuk orang yang kuat, tegar dan tidak gampang menyerah. Buktinya walau gak makan, hanya andalkan air dan infus, mama bisa bertahan hidup. Penderitaan dan takdir memang berbicara lain. Segala macam upaya telah dilakukan baik pengobatan alternatif maupun rumah sakit. Sebenarnya mama pingin bicara tapi tak bisa. Ia hanya berbicara dalam bahasa air mata. Ini terbukti ketika kami tiba di rumah pada tanggal 31 januari 2011 mama hanya bisa mengeluarkan air mata tanda salam jumpa dengan wote nomor duanya Tupa, Lus dan Muhar. Begitupun ketika Moses Tiba di Ruteng. Di Ruagan ICU mama hanya bisa menarik napas dan mengeluarkan airmana sebagai tanda senang bertemu anaknya Moses. Semua hanya berpasrah pada kehendak Tuhan.

Alm. Mama Kristina telah melewati perjalanan panjang sebelum menghembuskan napas yang terakhir. Dari Noa mama di bawa ke Labuan Bajo hari selasa,01 Pebruari 2011. Karena peralatan Puskesmas yang minim, Mama kami bawa ke Ruteng hari Rabu, 02 Pebruari 2011. Tiba di Ruteng Rabu sore dan mama nginap di ruang ICU RSUD Ruteng sampai hari Sabtu, 05 Pebruari 2011.

Melihat kondisi mama Kristina yang makin parah keluarga memutuskan untuk mengeluarkan mama dari RSUD Ruteng pada hari Sabtu dan dibawa ke Bambor tempat kelahiran mama. Di Bambor mama hanya semalam. Pagi hari Minggu, 06 Pebruari 2011, Mama kristina menghembuskan napasnya yang terakhir. Selamat jalan MAMA Kristina . Doa kami menyertaiMu! AMIN!

Kabar penderitaan mama (Sabtu, 29 Januari 2011)

Sabtu, 29 Januari 2011, Aku mendengar kabar tentang kondisi kesehatan mamaku yang tercinta, Kristina nanut dari adik Emil. Ketika itu aku baru saja pulang dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan menghantar istriku tercinta, Zr. Tupa Ridawati br. Simamora. Ketika itu, aku sedang mengendarai Sepeda motor Revo kesanganku. Panggilan pertama aku tak jawab. Berikut panggilan kedua dan ketiga dan seterusnya. Kemudian aku meminggirkan sepeda motor di Gerbang Universitas Ahmad Dahlan Jakarta Selatan lalu aku mengirim sms ke EMIL. Ada apa dek? Terus ia nelpon, coba hubung ke Kampung, Mama sakit berat. Aku mencoba untuk menghubungi nomor Kak Sipri tapi tidak bisa konek, ke nomor bapa Jelsi, juga tidak konek. Kemudian aku telpon adik Moses dan adik Lusi. Ternyata mereka sudah mengetahuinya. Tak lama kemudian, Istriku menghubungi aku via HP. Ia mendengar kabar dari Moses kalau mama sakit berat. Aku menanyakan apakah mama bisa berangkat ke Flores. Katanya apapun halangan aku harus dan tetap berangkat bersama aku ke Labuan Bajo menjenguk mama.

Singkat kata singkat cerita aku memutuskan untuk berangkat. Moses kuajak ke rumah dan Lusi saya ultimatum untuk ke Lebak Bulus esok paginya. Malam yang membingungkan dan membuyarkan semua konsentrasiku. Pikiranku hanya satu, bagaimana aku bisa berjumpa dengan mamaku dalam keadaan sehat - hidup dan bisa bicara serta bertegursapa dengan kami. Aku lebih memikirkan istriku yang belum pernah bertemu muka dengan mamaku.

Tanggal 25 Juni 2011

Sudah diputuskan bahwa aku dan istri akan pulang untuk acara Wedi ruha pada bulan juni nanti, tepatnya tanggal 25 juni 2011. Tanggal itu sudah dikabarkan ke mama dan keluarga besar di Noa – Flores sudah tahu kami akan pulang kampung. Kini tanggal itu menjadi tanggal kenangan dan buah bibir di kalangan keluarga di Flores ketika kami bertemu, menjenguk mama, di Noa hingga kami balik ke Jakarta.

Tiket Pesawat Sriwijaya Air (Minggu 30 Januari 2011)

Semua serba cepat. Doa mama dan kerinduan mama untuk segera bertemu wote nomor duanya tercapai. Aku segera menghubungi Egi untuk mencari Tiket pesawat ke Denpasar. Perjuangan untuk mendapatkan Tiket murahpun diperoleh. Kami mendapatkan 3 tiket Jakarta-Denpasar dengan harga Rp. 320000,- per orang. Aku menyuruh dan minta bantuan Moses untuk berangkat mengambil tiketnya bersama Egi di Blok M. Jam 3 sore kami terbang dari Jakarta ke Denpasar. Tiket Denpasar Labuan Bajo di dapat hari itu juga namun berangkatnya keesokan harinya ke labuan Bajo dengan pesawat AVIAStar dengan harga tiket Rp. 900.000,- per orang.

AviaStar mendarat di Bandara KOMODO Labuan Bajo (Senin 31 Januari 2011)

Pesawat AVIAStar mendarat jam 10.00 pagi wst. Di Bandara Komodo, di luar ruang tunggu sudah ada kakak Paul Harimans dan Archie sudah menunggu kami. Setelah bagasi tiba, kamipun bersalaman satu-sama lain. Dari Bandara Komodo, kami numpang Ojek / Motor menuju kediaman Kakak Paul di Wae Bo.

Dari Apotik ke Apotik (Senin 31 Januari 2011)

Setibanya di Rumah Kak Paul, Kami makan kemudian aku dan Istriku pergi mencari Obat dan selang makan. Perjalanan yang melelahkan. Semua Apotik di Kota Labuan Bajo kami singgahi dan tak satupun yang menjual selang untuk distribusi makanan dan minuman. Yang ada hanya infus (kami beli satu Dos), sarung tangan dan obat-obatan yang lain.Kami berpikir, Apapun kondisinya, mama harus bisa makan dan minum.

Dari Labuan Bajo ke Noa 1 (Senin 31 Januari 2011)

Rencananya, kami akan menggunakan 3 sepeda motor ke Noa; akan tetapi, rencana itu gak jadi karena kebetulan ada Oto yang hendak ke Ndiheng. Hari-harinya Oto itu bolak-balik Labuan Bajo- Kondas. Keluargapun menghubungi Oto itu untuk kami dan kamipun menumpang oto Kasih sayang itu ke Noa.




Perjumpaan yang mengharu-bisu (Senin 31 Januari 2011)

Tak banyak kata dan tak ada basa-basi ketika Oto yang kami tumpangi berhenti di Noa.kampung kelahiranku. Semua pada diam. Hanya ada ucapan sabar, tegar dan selamat datang dari keluarga. Hampir tak ada senyum yang keluar dari tatapan mereka kepada kami. Tidak biasanya kalau ketemu pasti ada canda dan tawa.Aku dan istriku tak kuasa lagi menahan kerinduan untuk langsung bertemu mama tercinta. Yang ada hanya isak tangis dan duka.


Injak Telur - dalam kegalauan (Senin 31 Januari 2011)



Istriku diterima secara adat manggarai (Wedi Ruha)
Toe manga Nggong agu Gendang; Yang ada tatapan mata dan tangis air mata
Inginya..... Segera menemui mama.



Begitu Turun dari Oto, Kami dihantar masuk ke rumah Bapa David, Adik Alm. Bapak saya. Disitu aku dan Istriku diberi kain songke dan istriku disuruh mengenakan kebaya. Aku sendiri sebenarnya tidak tega menjalankan ritus ini, karena hatiku sudah ke MAMA. Tapi Apapun alasanya, Acara itu harus dilaksanakan karena Istriku baru pertama kali masuk rumah / kampung kelahiranku. Awalnya aku disuruh mengenakan kemeja putih; namun aku bersih kuku untuk membiarkan pakaian putih yang yang sudah aku pakai dari Jakarta saja. Toh menurutku, yang penting Acaranya berlangsung dan Tuhan pasti merestuinya. Dari situ kami diarak menuju rumah kediaman kami. Di pintu rumah sudah disediakan Telur yang sudah diletakkan diatar saung perempas lalu diijak oleh kami berdua. Pertama oleh istriku kemudian disusul olehku.

Dari pintu aku tak bisa menahan tangis dan airmata tak kunjung berhenti menetes. Kupandang dan kutatap wajah mama yang lemah terkulai. Yang kudengar hanya desahan napas. Tak ada suara, tak ada kata, tak ada kedipan mata.Isak tangis membuncah dari mulut istriku, dari mulut Lusi dan dari saya sendiri, Juga dari seluruh anggota keluarga. Dalam sekejap, istriku langsung mengurus mama. Kami mengeluarkan botol infus dan obat-obatan yang sudah dibeli dari Labuan Bajo untuk mama. Pemasangan infus tertunda karena jarumnya gak ada mesti tunggu dari Rekas. Sukur, 1 jam kemudian jarumnya datang dan istriku segera memasangnya.



Inilah kondisi mama ketika aku dan istriku tiba di rumah.
Tiada kata terucap;
Yang ada hanyalah doa dan kucuran airmata tanda keharuan.
Hati Kecilku berbisik Mudah-mudahan mama melihat wotenya dari mata batinya;


Mama harus pindah ke Labuan Bajo (Selasa, 02 pebruari 2011)




Tidak ada Ambulanc, mama dibawa ke Labuan bajo dengan Bis Kayu alias Oto kol:
To’a Ine d’ Rius dan weta Asti memegang kaki mama
Mama Tidur dalm kepasrahan
Lusi dan Tupa berdoa sambil berharap akan Mukjizat Tuhan!

Melihat kondisi mama yang tak kunjung berubah, malamnya aku dan istriku beserta keluarga memutuskan untuk membawa mama ke Labuan Bajo. Keinginan kami untuk membawa mama ke Labuan Bajo diamini keluarga. Malam itu kakak Sipri mengusahakan kendaraan dan ada. Keesokan paginga, selasa, 01 Pebruari 2011 kami membawa mama ke Puskesmas Labuan Bajo.Satu–satunya puskesmas yang ada rawat inapnya di Kabupaten Manggarai Barat. Di Puskesmas ini Mama di kasih suplai Oksigen via hidung dan tambahan dipasang selang untuk suplai makan dan minuman melalui hidung. obat-obat yang dimasukan ke dalam infus. Di labuan Bajo Keluarga menjenguk dan bergantian menjaga mama dari sore hinggakeesokan paginya.

Mama di tangani dengan peralatan medis yang minim –sesuai kondisi Yang ada
(Selasa, 02 pebruari 2011)

Penderitaan yang dialami mamaku semakin bertambah dari waktu ke waktu. Hal ini ditambah lagi dengan sarana puskesmas yang kurang memadai. Maklum Labuan Bajo adalah kabupaten baru dan letaknya agak jauh dari Ibukota negara Jakarta. Boleh dibilang masih terpencil dan terbelakang dari sarana dan prasarana kesehatan yang lengkap.



Istriku sedang memberi makan melalui hidung;
Alat penyedot Cairan di mulut tidak berfungsi;
Ferdi dan mama Lori Menatap sambil berharap akan kesenbuhan mama!

Bayangkan alat penyedot dahak / air liur yang menumpuk di mulut saja sudah rusak dan tidak berfungsi.Istriku geregetan dan ia tidak tega melihat situasi seperti ini. Akhirnya ia mati-matian untuk memindahkan mama ke Rumah sakit yang lebih besar. Dan satu-satunya rumah sakit rujukan adalah RSUD Ruteng. Siang Hari Rabu,02 Pebruari 2011 Dengan mobil ambulance Puskesmas Labuan Bajo kami menghantar mama ke RSUD Ruteng. Ambulance ini sudah tua dan AC-nya sudah tak berfungsi. Kami menghantar mama dengan bantuan ambulance dan Oksigen. Di jalan menuju Ruteng aku hanya berpikir tentang masa depan kondisi mamaku. Aku hampir putus asa dan kehilangan harapan akan kesehatan mamaku. Walaupun demikian, aku masih mengharapkan satu mujizat, ”Mama Pasti Sembuh”. Dalam kegalauan itu aku mulai berpikir kalau mama akan pergi ..... Namun kegalauan dalam harapan. Tuhan masih dipihak kita. Aku yakin akan hal itu. Setidaknya Istriku bisa merawat mama secara ’all out” dari waktu ke waktu.


UGD RSUD Ruteng (Rabu, 03 Pebruari 2011)



Zr.Tupa pastikan Selang makan tepasang dengan baik di Ruang UGD RSUD Ruteng;
Menyedot Cairan di Mulut;
Tim Medis memasang peralatan medis di Ruang ICU RSUD Ruteng

Setibanya di Ruteng mama langsung di tempatkan di Ruang UGD. Aku bangga karena Tim Medis RSUD dengan sigap menangani mamaku yang baru tiba dari Labuan Bajo. Di situ Dokter dan perawat memberikan Pertolongan pertama: menyedot dahak dan air liur mama yang sudah tertampung hampir 4 hari sejak mama mendapatkan kondisi kesehatan seperti itu.Sejenak aku agak lega karena alatnya berfungsi dengan baik.Aku melihat ada keceriaan dan kehidupan karena setelah disedot peredaran napas mama lancar sekali tidak berbunyi lagi seperti sebelumnya. Selain itu mama mendapat tambahan oksigen dan Selang makan melalui hidung.Setelah mendapatkan pertolongan pertama dari tim Medis di UGD, mama dipindahkan ke ruang ICU.


Ruang ICU RSUD Ruteng (Rabu – Kamis; 03-04 Pebruari 2011)



Lusi menatap dengan penuh tanda tanya;
Merekam jantung dan tekanan darah serta pernapasan dengan peralatan yang canggih;
Doa dan harapan dari seorang putra Muhar untuk sang bunda!

Rabu Sore Mama menempati ruang ICU. Ruang ini memiliki peraturan yang ketat.Jam kunjung untuk pasien hanya diperbolehkan pada jam kunjung yaitu jam 11.00 -12.00 siang dan jam 16.00 – 17.00. Tanpa kecuali. Dan masing masing keluarga Pasien mendapatkan satu buah kartu identitas yang dipergunakan untuk mengambil obat dan bisa keluar masuk Area rumah sakit di luar waktu kunjungan di atas. Mama menempati ruang ICU ini sampai hari Sabtu,05 Pebruari 2011 sebelum kami memutuskan untuk memulangkan mama ke NOA.

Jumat yang menegangkan (Jumat, 04 Pebruari 2011)




Kondisi kesehatan mama makin hari makin menurun;
Tupa menatap dalam kehampaan;
Inikah takdir anak manusia?

Kondisi kesehatan mama hari ke hari kian memburuk. Puncaknya hari Jumat, 04 Pebruari 2011. Ketika aku melihat mama dengan kondisi yang memprihatinkan. Tidak seperti hari sebelumnya. Aku sudah berpikir kalau mama akan meninggalkan kami 1 atau 2 jam lagi. Para dokter dan perawat sudah mengatakan kalau kami tidak boleh jauh-jauh dari mama dan siap-siap kalau mama akan pergi untuk selamanya. Aku membisik ditelinga mama kalau adik Moses lagi dalam perjalanan menuju RSUD dari Labuan Bajo Aku meminta mama untuk menunggu Moses kalau memang mama akan pergi untuk selamanya.Syukurlah mama memenuhi permintaan kami. Malam ketika Moses datang sepertinya mama pingin bicara tapi tidak bisa.... Aku melihat sebuah perjuangan dari mama. Aku tidak tega melihat derita mama lagi. Aku berdoa kepada Tuhan kalau memang Kehendak Tuhan berbicara lain Kami sudah pasrah. We trust in YOU LORD. Malam kami berembuk untuk memulangkan mama ke NOA. Malam itu aku dan adik-kakak tidak meninggalkan ICU. Kami menanti dalam diam dan berharap akan mujizat Tuhan. Akhirnya Pagi datang kembali.Terima kasih Tuhan Engkau masih memberikan napas kehidupan kepad mama Kami.

Pergulatan di hari Sabtu (Sabtu, 05 Pebruari 2011)

Minggu, 06 Pebruari 2011, tepat jam 06.00 wst, Mamaku tercinta menghembuskan napas yang terakhir. Pagi yang pilu dan merisaukan hati.

Pagi Sabtu, 05 Pebruari 2011 kak Paul Harimans bertemu Perawat dan Dokter untuk berkonsultasi. Setelah mendapatkan masukan dari Dokter dan melihat kondisi mama yang semakin parah, kami putuskan untuk kembali ke Noa. Pergulatan yang hebat dalam diriku, ”Merelakan mama pergi atau bertahan sambil berharap akan mujizat” Namun usaha manusia ada batasnya. Kami putuskan mama pulang. Ditambah harapan keluarga untuk memulangkan mama. Kami menghubungi Om TEO dan bapa Mikael, bahwa mama Pulang....... Setelah berembuk, akhirnya diputuskan untuk pulang tapi bukan ke Noa tapi ke Bambor, tempat kelahiran mama. Setelah menemui Kepala Ruangan kami menandatanagani surat kepulangan mama dari RSUD Ruteng kami kembali ke rumah untuk mempersiapkan segala sesuatu termasuk peralatan kesehatan (infus, selang makan, mobil kasur untuk mama dan pakaian kami sendiri. Setelah semuanya beres kami ke Rumah Sakit untuk menjemput mama.

Sesuai dengan peraturan yang berlaku di Rumah sakit manapun, kalau Pasien dipulangkan secara paksa (atas permintaan keluarga) Semua peralatan medis yang dipakai pasien harus dicabut. Hal yang sama berlaku bagi mama kami. Karena itu sebelum meninggalkan ruang ICU, Istriku Tupa dan aku segera membeli peralatan medis buat mama dan akan dipasang /dipakai mama setelah meninggalkan Rumah Sakit. Stok Obat-obatan dan susu buat mama masih cukup; Apalagi infus. Kami hanya membeli jarum dan selang makan serta jeli buat pasang selang makan dan minum. Syukurlah istriku seorang perawat sehingga semuanya beres dan ia memasang dengan sigap dan teliti.

Setelah kami mengurus administrasi di Ruang ICU Kami punmenghantar mama meninggalkan ruang ICU menuju kendaraan untuk selanjutnya dibawa ke Bambor, Kampung kelahiran mama. Di Bambor sudah menunggu saudara-saudari dan seluruh keluarga besar Mbaru Namut (keluarga sang Mama). Perjalanan dari Ruteng menuju Bambor ditempuh dengan waktu 3 jam. Untunglah perjalanan lancar-lancar saja dan tak ada kendala sedikitpun. Walau hujan gerimis mengiringi perjalanan kami menuju Bambor tapi akhirnya kami tiba dengan selamat di Bambor. Di Bambor sudah banyak keluarga menanti dan menerima kehadiran mama. Semua To’a dan kesa serta ase-ka’e di bambor menerima dengan lapang hati.


Manuk Ker dewa sa’i (Sabtu, 05 Pebruari 2011)

Di Bambor, mama disambut dengan lapang dada oleh keluarga Bambor. Ketika hendak masuk pintu Rumah, Mama di sirami beras oleh To’a Ine d’ Pen. Setelah itu mama di baringkan di atas tempat tidur lalu mama di Olar dengan manuk sebagai tada doa untuk mengusir sakit dan penyakitnya dan juga untuk menjaga dewa sa’i mama. Aku bersyukur memiliki keluarga besar seperti ini. Aku merasa dikuatkan dan diteguhkan. Setelah mengolar dan meng ”ker dewa sa’i mama dengan manuk, Kini giliran kami anak-anak dan keluarga Woe di olar dan diterima dengan manuk kapu oleh keluarga pihak iname ( Keluarga dari pihak mama. Di sini aku tak kuasa menitikkan air mata. Air mata Bahagia karena merasa diterima dan dihargai sebagai anak oleh semua keluarga mama.

Awalnya aku berpikir kalau kedatangan mama dalam kondisi sakit parah itu merepotkan keluarga di Bambor, namun ternyata sangkaanku itu tidak benar. Buktinya mereka senang Mama dan Kami bisa singgah dan mau tidur di Rumah mereka. Sebenarnya ada banyak rumah di Bambor; namun berdasarkan hasil rembukan keluarga, mama dirawat di Rumah To’a Ame d’ Rius (To’a Hanes Rabes). Sore hingga Malam dan sampai Pagi mejelang ajal keluarga silih berganti berjaga. Mereka rela meninggalkan rumah dan pekerjaan serta keluarganya demi untuk mamaku tercinta.

Tangisan perpisahan (Minggu, 06 Pebruari 2011)

Pagi hari, Minggu 06 Pebruari 2011, tepatnya jam 06.00 wst. Mama menghembuskan napas yang terakhir. Kepergian mama menyisahkan tangis dan duka bagi keluarga semua. Isak tangis dan derai air mata pun tak terelakkan. Istriku memastikan kalau mama benar-benar meninggalkan kami 2 menit kemudian. Aku hanya berdoa dan berpasrah pada Tuhan, ”Tuhan, terimalah Mamaku dalam pangkuan Bapa di surga dan perkenankan ia masuk dalam paduan suara surgawi. Beri kami anak-anak dan cucunya ketabahan, kekuatan dan ketegaran hati untuk merelakan kepergian mama kami Kristina Nanut ke pangkuanMU!.”

Pagi itu juga kami berusaha untuk mencari kendaraan untuk mengantar mama ke Noa. Ungtunglah Pemilik kendaraan mengiakan permintaan kami. Satu kendaraan untuk mengangkut pasir dan Batako dan satu kendaraan untuk menghantar mama dan keluarga ke Noa 1. Setelah keluarga di bambor siap dan sesudah makan pagi mama pun dihantar ke Noa. Di Noa 1 sudah banyak anggota keluarga menunggu. Tangisan pun membelah kesunyian kampung Noa. Banyak keluarga dan kenalan mama semasa hidupnya datang untuk berdoa dan memberikan penghormatan yang terakhir. Mama Doakan kami pada Bapa di Surga. Sebuah pengalaman sakit yang berujung maut. Bagaimana tidak; mama sehat dan segar-bugar di hari sabtu - Akan tetapi begitu kena sakit mama langsung tidak sadarkan diri, mata gak bisa buka, dan tidak bisa bicara. Kini setelah berusaha untuk mendapatkan perawatan, akhirnya mama Kristina pergi untuk selamanya. Pengalaman sakit yang langka untuk ukuran kampung Noa. Sebelumnya belum ada orang yang sakit seperti itu.

Bembe Tokong Bako (Kambing po’e mama)



Bembe tokong Bako: Sebelum di potong, Keluarga dan pihak iname mengucapkan Wada / sumpah / doa secara adat bahwa penguburan di Tunda Kambing di bawa di depan Pintu rumah ;tepatnya di Para sekang dengan muka menghadap alm. Mama Kristina.

Sesuai dengan adat dan budaya masyarakat kempo, keluarga harus menyiapkan satu ekor kambing untuk menunda penguburan mama di hari berikutnya. Siang hingga malam keluarga berdatangan dari seluruh kampung. Semua Woe hadir begitupun keluarga dari pihak iname. Aku banggga akan eratnya ikatan keluarga kami. Apalagi semasa hidupnya mama Kristina tergolong orang yang gampang membantu. Jiwa sosialnya sangat tinggi. Mama sendiri suka berteman dan bergaul dengan siapa saja. Dengan orang yang belum ia kenal sebelumnya pun ia sangat ramah. Mama tidak kikir dan bisa membantu sejauh ia bisa. Dimanapun keperluan keluarga, kalau ia sehat pasti mama berangkat / hadir. Inilah salah satu hal yang mebuat seluruh keluarga besar berduka dan merasa kehilangan. Aku pun sejenak bertanya diri, ”Mungkinkah aku bisa seperti mama?” Istriku pun Tupa memikirkan hal yang sama. Walau situasi dan kondisi cuaca yang selalu diguyur hujan dan bahkan halaman rumah berubah jadi lumpur semua, para pelayat datang tak kunjung henti. Bahkan tenda yang didirikan pagi itu sempat Roboh di Malam hari karena tak kuat menahan air hujan yang penuh di terpal. Tiang pancang tenda pun terseret angin yang berhembus agak kencang dan karena tanahnya lembek sehingga tiang gampang terombang-ambing. Keesokan harinya baru kami mencoba untuk membereskan tenda kembali. Aku bersyukur punya keluarga yang peduli dan cepat tanggap tentang situasi dan apa saja yang dibutuhkan untuk acara penguburan mama keesokan harinya. Terima kasih Tuhan!

Hari penguburan mama (Senin, 07 Pebruari 2011)



”Inilah rumah peristirahatan alm.mama Kristina yang terakhir. Mama dibaringka disamping Kuburan alm. Bapa Gerardus Ladu (suami yang meninggal 17 Agustus 2002 ”

Senin, 07 Pebruari 2011, tepatnya jam 02.15 siang keluarga berdoa untuk menghantar kepergian mama memnuju tempat peristirahatan terakhir sekaligus berdoa untuk keselamatan arwahnya. Setelah selesai berdoa untuk mama, aku dan keluarga sekali lagi menatap wajah mama untuk yang terakhir kalinya. Aku tak kuasa menahan tangis..... begitupun keluarga semua. Setelah itu, mama dibawa pergi untuk selamanya ke tempat peristirahatan yang terakhir (di kuburan keluarga dibelakang rumah. Di sana aku hanya diam membisu, tak banyak kata, aku hanya bisa termenung sambil mendengarkan lagu ”BUNDA” dari ponselku. Titik demi tetes air mata keluar. Aku ingat akan jasa mamaku, canda, tawa, kemarahan mama diwaktu kecil dan keceriaan suara mama ketika aku telepon 4 hari sebelum mama sakit!! Sakit hati ini.... Sepertinya Tuhan tidak adil.......... tapi mungkin mama harus pergi karena akupun tidak tega melihat penderitaan dan perjuangan untuk hidup ketika di rawat di rumah, di Puskesmas Labuan Bajo dan di RSUD Ruteng! Terima kasih mama. Doaku, doa keluargaku, Doa anak-anak dan cucu-cucu mama menyertaimu; Doa semua keluarga mengiringi kepergianMu! Semoga ArwahMU diterima di sisi kanan Bapa: Dan jangan Lupa doakan kami yang masih berziarah di Bumi ini, AMIN!!

Song For mama: Melly Goeslaw Bunda

Kubuka Album Biru
Penuh debu dan usang
Kupandangi semua gambar diri
Kecil bersih belum ternoda

Pikirkupun melayang
Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang
Tentang riwayatku

Reff:
Kata mereka diriku slalu dimanja
Kata mereka diriku slalu ditimang

Nada-nada yang indah
Slalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku
Takkan jadi deritanya

Tangan halus dan suci
Tlah mengangkat diri ini
Jiwa raga dan seluruh hidup
Rela dia berikan

Back to Reff.

Oh bunda ada dan tiada dirimu
Kan slalu ada di dalam hatiku

Jakarta, 18 Pebruari 2011

1 komentar:

  1. Teman Romolald Kahardi ybk, saya ikut berduka cita atas kepergian mamamu. Memang kepergian seorang yang sangat kita cintai membuat kita begitu tersiksa hingga hari ini. Saya juga telah mengalami kepedihan ini, setelah kepulangan ayahku alm. Bapak Mathias Meko pada 9 Mei 2002 yang lalu. Semoga orang-orang yang kita cintai, yang telah mendahului kita, kini menjadi pendoa kita dalam ziarah hidup kita di dunia ini. Namun juga kita tak lupa mendoakan keselamatan mereka. Salam untuk keluargamu, semoga Tuhan selalu memberkati kita..Amin

    BalasHapus