By: Romald Kahardi
wouwowowowowowou....... hari ini adalah hari terakhir ditahun 2009. Selamat tinggal tahun 2009 dan selamat datang tahun 2010. Terima kasih untuk semua pengalaman, kebersamaan, kekecewaan, persaudaraan dan semua berkat Tuhan di tahun 2009.
Kini aku mau menapaki hari-hari baru di tahun 2010. Aku berdoa dan berharap, Tahun 2010 menjadi tahun penuh berkat bagiku dan bagi keluarga baruku. Yakin akan berkat Tuhan itu, aku yakin dan percaya, Sukses selalu bersama kami. AMIN!
Doaku, " Tuhan jadikan Tahun 2010 menjadi tahun berkat Bagi kami"
Belajar merdeka untuk menulis tentang curahan hati berupa puisi, pertanyaan dan cuplikan pengalaman serta opini tentang kehidupan.
Rabu, 30 Desember 2009
Minggu, 27 Desember 2009
NATAL DAN PESAN PERDAMAIN
By: Romald Kahardi
Apa yang unik dari perayaan Natal?
Natal adalah sebuah perayaan hari besar keagamaan kristiani yang selalu dirayakan pada tanggal 25 Desember setiap tahun. Walaupun tanggal 25 Desember ditetapkan sebagai hari raya Natal, namun Perayaan Natal itu sudah mulai menggelora dan dirayakan sejak bulan Desember. Ya..., bisa dibilang, Bualn Desember adalah Bulan Natal.......Natal .... dan Natal.
Apa yang unik dari perayaan Natal?
Natal kini sudah menjadi Perayaan seluruh umat manusia, tidak terkecuali, apapun agama dan dari suku bangsa manapun dia berasal....... Natal adalahsimbol perdamaian... Natal membawa pesan perdamaian bagi seluruh umat manusia...... Natal, Damai bagi semesta...... Natal, Solidaritas Tuhan untuk Umat manusia...... Natal, Sukacita bagi yang miskin dan papa........ Natal, Kegembiraan bagi yang berduka.....
Natal, Harapan bagi semua orang....... Natal, Pengiburan bagi yang berduka........ Natal , Damai bagi semesta..... So, Ucapan "Selamat Natal" bukan sekedarucapan biasa; akan tetapi, "Selamat Natal" adalah Selamat yang memberi harapan bagi semua orang.... yang mendengarnya, yang menerimanya dan bagi yang memberikan ucapan dan bagi siapa pun Selamat Natal itu dialamatkan.....
Natal, Damai bagi semesta....... Semua telinga akan mendengardan semuamata akan menyaksikan kemeriahan kedip dan kerlapan lalpu-lampu natal; tanda Damai disemarakkan bagi seluruh semesta...... AMIN
Senin, 14 Desember 2009
Solidaritas : Koin Untuk keadilan "PRITA"
By: Romald Kahardi
Sungguh luar biasa tanggapan masyarakat Indonesia terhadap kasus yang menimpa seorang ibu rumah tangga yang bernama Prita Muliasari. Solidaritas ini tergolong unik dan saya kira untuk pertama kalinya dalam sejarah bangsa Indonesia dan bahkan dunia. Sebuah gerakan moral mendukung tegaknya keadilan di bumi pertiwi. Sebuah aksi solidaritas tanpa kekerasan aksi "wei wu wei" Kalau boleh dibilang sungguh sungguh dan sungguh luar biasa. Kalau selama ini yang dikarugkan ituadalah beras, tapi bedfas dengan yang kita saksikan kini di hampir di seluruh pepmberitaan media lokal.... beberapa pekan terakhir ini..... Koin... koin dikarungkan..... banyak buaget.....
Dari mana koin- koin itu berasal?
Tak pelak, dalam sekejap.... koin...koin... itu terkumpul dari seluruh penjuru negeri.....! Jumlahnya masih di hitung dalam beberapa hari ke depan..... Ada bentuk solidaritas baru lagi,.... relawan penghitung koin.... Koin ini berasal dari masyarakat miskin kota, desa, ibu rumah tangga, pemulung, tuang beak dan dari segenap elemen masyarakat yang mempumyai kepedulian dan menaruh simpati pada rasa keadilan.......
Koin-koin itu menjadi bukti bahwa masyarakat sudah lelah dengan ulah para penegak hukum dan teks hukum yang diterjemahkan secara......"lain" oleh yang memepunyai kuasa untuk itu......
Kalu koin itu bisa berbicara............ apa kira-kira yang menjadi kata pertama yang keluar dari koin-koin itu................?????????????// Lanjutinnnnnnnnnnnnn......!!!
Selasa, 03 November 2009
Kutulis untukmu kesatria bangsa
By: Romald Kahardi
Kutulis untukmu
Wahai kesatria bangsa
pengaman masyarakat
besarkan hatimu
pantangkan kilafmu
bangun kekuatanmu
'tuk buktikan kebenaran
Kutulis untukmu
bagimu kusuma bangsa
mekarkan senyummu
bangkitkan kesadaran
'tuk bela kebenaran
hari masih pagi
tak ada yang terlambat
Badi jalanan menghadang
parlemen jalanan berkaca
berteriak gelisah
Kutulis untukmu
dipundakmu
kugantungkan harapan
bahwa
HUkum adalah jalanya
di sana kebenaran berbicara
Selamat bertugas kesatriaku
kesatria pertiwi
Kutulis untukmu
Wahai kesatria bangsa
pengaman masyarakat
besarkan hatimu
pantangkan kilafmu
bangun kekuatanmu
'tuk buktikan kebenaran
Kutulis untukmu
bagimu kusuma bangsa
mekarkan senyummu
bangkitkan kesadaran
'tuk bela kebenaran
hari masih pagi
tak ada yang terlambat
Badi jalanan menghadang
parlemen jalanan berkaca
berteriak gelisah
Kutulis untukmu
dipundakmu
kugantungkan harapan
bahwa
HUkum adalah jalanya
di sana kebenaran berbicara
Selamat bertugas kesatriaku
kesatria pertiwi
Senin, 02 November 2009
Language learning is like falling in love
By: Romald Kahardi
Language learning is like falling in love. In fact you have to be in love to learn a language well. I mean in love with the language. You have to have a love affair with the language. You do not have to marry the language. You can have an affair and then move on to another language after a period of time. But while you are learning the language you have to be in love with it. And you will learn faster if you are faithful to the language while you are studying it.
Just as when you are in love, you want to and need to spend as much time as possible with the object of your love. You want to hear its voice and read its thoughts. You want to learn more about it, the many words and phrases that it uses to express itself. You think of the language wherever you are. You start to observe the object of your love closely. You notice all the little things it does, you become familiar with its peculiar behaviour patterns. You breathe it. You hear its voice. You feel it. You get to know it better and better, naturally.
Just as in a love affair, there are things about the object of your love that you do not like. You ignore these. You only think about the things that you love. You do not question the object of your love. You just accept it. You do not ask why. You do not ask why it behaves a certain way. You do not seek to understand the secrets to its structure. You just want to be with it, and even to imitate it, the highest form of appreciation.
Loving a language is a one-sided love affair. You love the language. It does not love you back. But the good thing is that it is not jealous of you, of your other previous love affairs. It really does not care if you carry on another love affair at the same time. But, as with people, doing so can create problems…..The language does not criticize you. You can use it however you want, as long as you enjoy yourself.
You are not jealous of other people who love the language you love. In fact you like to meet people who love the language you love. It is a lot less bothersome to love a language than to love a person, Because the love of the language is its own reward. You do not care what the language thinks of you. You are enjoying your affair with the language and do not expect anything in return. As long as you have that relationship, you will learn and improve in the language.
If you just use a language without loving it, you will not improve. If the goal is only to get a better job, or to pass a test, you will not improve. People are the same way. You cannot have a love affair with someone just to get a better job, although………. This has been my approach. So when I learn a language I spend most of my initial time just listening and reading and building up my words and phrases. I just want to get to know the language, enjoy its personality and get used to it. I do not want anyone to question me, or explain my love to me. I do not want to speak in the language before I have really gotten to know the language, because I know that I will not do justice to my love. I only speak in the language when I want to, when I am ready
Rabu, 28 Oktober 2009
Tolak Tambang, Geram Usung Peti Mati
Catatan: Tulisan ini diambil dari harian Flores Pos, Saya tidak merubah sedikitpun.
Tulisan sesuai dengan aslinya, "Tolak Tambang, Geram Usung Peti Mati"
* Desak DPRD Mabar Gunakan Hak Angket
Oleh Andre Durung
* Desak DPRD Mabar Gunakan Hak Angket
Oleh Andre Durung
Labuan Bajo, Florespos.com - Gerakan Masyarakat Anti Tambang (Geram) Flores-Lembata kembali berunjuk rasa tolak tambang di Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Selasa (27/10). Kali ini nuansanya sedikit berbeda. Para pendemo mengusung sebuah peti mati dan menggelar ritus adat menyembelih seekor ayam hitam. Ketua Geram Florianus Suryon mengenakan pakaian adat Manggarai. Dalam aksinya, Geram melakukan pawai menuju gedung DPRD, kantor bupati, dan mapolres.
Mereka menggelar poster dan spanduk, berorasi, dan membacakan pernyataan sikap. Pada spanduk, tertulis: ”Tangkap para pejabat dan investor tambang perusak hutan lindung di Tebedo RTK 108 dan alih fungsi tata ruang wilayah Batu Gosok menjadi wilayah tambang emas”.
Spanduk lain: ”Berduka atas matinya saudara kita hutan lindung Tebedo RTK 108 oleh hantu tambang”. Hak Angket Pantauan Flores Pos, dari lapangan bola kaki Kampung Ujung, massa geram menuju gedung DPRD sambil mengusung peti mati berbalut kain hitam, lengkap dengan krans bunga bertuliskan antara lain ”Oh…Hutanku”.
Di gedung dewan, mereka tidak masuk ruangan. Mereka hanya berorasi di halaman dan membacakan pernyataan sikap. Antara lain, mendesek dewan menggunakan hak angket. Ini perlu dilakukan DPRD Mabar jika benar keberadaan mereka merupakan representasi rakyat Mabar dan jika sungguh keberadaan mereka berpihak pada rakyat. Selama ini, kata geram, DPRD terkesan hanya bisa bicara berpihak pada rakyat.
Menanggapi desakan pendemo, Wakil Ketua Sementara DPRD Mabar Pasir Yohanes menyatakan terima kasih dan berjanji akan membahasnya di dewan. “Soal hak angket, kita akan bahas nanti bersama agenda lain, setelah pelantikan pimpinan dewan difinitif. Mungkin kita akan minta teman-teman. Terima kasih atas aspirasi Geram. Selamat berjuang,” kata Pasir disambut tepuk tangan pendemo.
Pertemuan yang juga dihadiri sejumlah wakil rakyat itu berlangsung di pintu masuk gedung. Peti mati dan sejumlah krans bunga diletakkan sejenak di situ hingga pertemuan selesai. Dalam orasinya, Florianus Suryon alias Fery Adu mengatakan, peti mati yang mereka usung merupkan simbol kematian hukum dan keadilan di Mabar.
Rakyat kecil potong satu dua batang pohon, langsung ditangkap dan dibui. Sedangkan penguasa dan pengusaha yang merusak hutan lindung di Tebedo dan menggaruk bukit di Batu Gosok untuk eksplorasi tambang emas tidak ditangkap dan tidak dibui. Ini tidak adil Orator lain, Kornelis Rahalaka, menyatakan kecewa karena dalam demo kali ini Geram kembali gagal bertemu Bupati Wilfridus Fidelis Pranda. Bupati lagi-lagi sedang tidak berada di tempat. Sikap Resmi GerejaDari gedung dewan geram menuju kantor bupati. Juga sambil mengusung peti mati. Di sana mereka berjemur di panas terik di halaman kantor. Mereka berorasi. Rm. Robert Pelita Pr dalam orasinya mengatakan, ia dan rekan-rekan imam bergabung dengan Geram untuk tolak tambang karena ini merupakan sikap resmi Gereja Lokal Keusukupan Ruteng. Sejak Mei 2009, kata Rm Robert, Keuskupan Ruteng sudah secara resmi menolak kehadiran tambang di Manggarai Raya, yang meliputi Manggarai, Manggarai Barat, dan Manggarai Timur. Sikap resmi Gereja ini sudah dikirim kepada ketiga pemkab.
Fery Adu dalam orasinya menyatakan kecewa berat karena kali ini Geram lagi-lagi gagal bertemu Bupati Wilfridus Fidelis Pranda. “Ini sudah sekian kalinya.” Wakil Bupati Agustinus Ch. Dula saat itu juga dikabarkan sedang tidak berada di tempat.
Di halaman kantor ini, para pendemo melakukan ritus adat, menyembelih ayam hitam, sambil menyanyikan lagu, ”Indonesia tanah air beta ....” Mereka juga memberi uang duka (seng wae lu’u) yang diletakkan di atas peti mati. Di atas peti itu, mereka letakkan pula pernyataan sikap. Sebab, mereka gagal bertemu pejabat pemkab.
Peti mati, krans bunga, dan ayam korban mereka ’semayamkan abadi’ di halaman kantor bupati. Dukung Polres Dari halaman kantor bupati, pendemo menuju mapolres seraya menyanyikan lagu perjuangan ”Maju Tak Gentar”. Mereka memberi dukungan moril kepada polres karena saat ini proses hukum kasus tambang di Mabar, baik Tebedo maupun di Batu Gosok, sedang berjalan. Mereka diterima Kabag MIN Polres Mabar I Ketut Sumendra di gerbang masuk.
Kapolres AKBP Samsuri dan Wakil Kapolres Kompol Beny Hutajulu sedang tidak berada di tempat. Geram menyerahkan pernyataan sikap. Ketut Sumendra mengucapkan terima kasih atas kunjungan dan pernyataan sikap. Dari mapolres, Geram kembali ke posko. Demo ini dikawal ketat aparat polres. Aksi di halaman gedung DPRD dan halaman kantor bupati disaksikan banyak warga masyarakat
Alasan Tolak Tambang Geram Flores Lembata menolak pertambangan emas di Mabar, khusus di wilayah Batu Gosok dan Tebedo, karena berbagai alasan, sebagaimana diungkap dalam pernyataan sikap saat demo.
Pertama, aktivitas pertambangan di wilayah Tebedo, Desa Pota Wangka, Kecamatan Boleng, masuk dalam kawasan hutan lindung RTK 108. Sementara kegiatan eksplorasi tambang di Batu Gosok, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang wilayah yang di atur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 30/ 2005 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Mabar yaitu untuk pariwisata komersial.
Kedua, prosedur pemberian izin kuasa pertambangan eksplorasi dimaksud tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam Perda Mabar No. 27 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum. Lokasi eksplorasi tambang Batu Gosok terletak di atas kawasan bukit dengan kemiringan lebih dari 40 derajat yang seharusnya menjadi kawasan konservasi.
Wilayah izin lokasi eksplorasi tambang Batu Gosok merupakan kawasan pesisir yang dikelilingi oleh ekosistem pesisir yang sangat penting. Seperti terumbu karang, padang lamun, dan mangrove yang harus dilindungi. Dan lokasi eksplorasi tambang Tebedo masuk dalam kawasan hutan lindung yang berfungsi sebagai kawasan endapan air dan kawasan penyangga bagi hutan Mbeliling.
Ketiga, dampak lingkungan dan sosial akibat eksplorasi tambang di Batu Gosok dan Tebedo belum dibuat sepenuhnya sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Untuk pertambangan Batu Gosok, terjadi pelanggaran pemanfaatan tata ruang kegiatan eksplorasi tambang dengan aktivitas pariwisata dan usaha perikanan/nelayan di dalam kawasan.
Geram mengimbau seluruh komponen masyarakat Mabar, Manggarai, Manggarai Timur serta masyarakat Flores dan Lembata, baik yang berdomisili di Flores-Lembata maupun yang berkarya di luar Flores-Lembata untuk bersama-sama melakukan gerakan perlawanan terhadap kebijakan pertambangan.
Sikap perlawanan dimaksud akan membantu menyelamatkan bumi/alam Flores-Lembata dari kehancuran. Pernyataan sikap Geram yang ditandatangani Ketua Geram Flores-Lembata Florianus Suryon dan Korlap/Sekjen Geram Flores-Lembata Cheluz Pahun. ***
Selasa, 27 Oktober 2009
Satu Nusa Satu bangsa Satu bahasa
By: Romald Kahardi
"Satu nusa satu bangsa satu bahasa kita, tanah air pasti jaya untuk selama-lamanya; Indonesia pusaka, Indonesia tercinta, Nusa bangsa dan bahasa kita bela bersama......" Demikian lirik lagu satu nusa satu bangsa karangan L. Mnik yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kita menyanyikan lagu ini sejak kita duduk di bangku TK, SD, SMP, SMA dan seterusnya...... Hingga kini lagu itu sudah mendarah daging dalam diri kita. Walaupun demikian, pernahkah kita merefleksikan sejenak tentang makna dari penggalan lirik lagu karangan L. Manik ini?
"Satu nusa satu bangsa satu bahasa kita, tanah air pasti jaya untuk selama-lamanya; Indonesia pusaka, Indonesia tercinta, Nusa bangsa dan bahasa kita bela bersama......" Demikian lirik lagu satu nusa satu bangsa karangan L. Mnik yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kita menyanyikan lagu ini sejak kita duduk di bangku TK, SD, SMP, SMA dan seterusnya...... Hingga kini lagu itu sudah mendarah daging dalam diri kita. Walaupun demikian, pernahkah kita merefleksikan sejenak tentang makna dari penggalan lirik lagu karangan L. Manik ini?
Hari ini kita merayakan hari sumpah pemuda. Hari dimana kita memperingati perjuangan kawula muda tempoe dulue (28 oktober 1928) yang dengan gagah berani dan lantang memproklamirkan sumpah setia mereka kepada Bangsa, yaitu bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman suku agama dan ras serta kebudayaan, yang saat itu masih dalam tekanan dan kungkungan penjajah; namun mereka kaum muda tampil dengan berani untuk bersumpah, ” SATU NUSA SATU BANGSA dan SATU BAHASA, yaitu INDONESIA.
Kini dalam situasi dan suasana yang berbeda di alam kemerdekaan kita merayakan dan memperingati moment bersejarah ini. Masihkah rasa kebangsaan dan keIndonesiaan kita melekat dihati segenap insan pertiwi negeri ini? Sebuah pertanyaan yang patut untuk direnungkan dan dimaknai.
Pemuda di seantero jagad raya ini memiliki dinamika yang khas. Kadar spiritualitasnya murni dan memancarkan energi pencerahan luar biasa. Ketika kebanyakan orang asyik dengan diri sendiri, mereka tampil di barisan terdepan dalam kesatuan aksi pembaruan yang cenderung radikal. Itulah yang terjadi saat Pemuda Indonesia bersumpah untuk (selamanya) satu bangsa, bahasa dan tanah air Indonesia.
Dalam konteks kekinian, ketika revolusi teknologi informasi telah melintas batas teritorial yang secara tradisional dinyatakan sebagai milik suatu bangsa dan kebanyakan warganya asyik dengan (kepentingan) diri sendiri (dan kroninya), ada satu pertanyaan yang perlu dimajukan. Masih relevankah memegang teguh Sumpah Pemuda sebagai titik tumpu pencerahan dan pembaruan sikap hidup bersatu dalam bangsa, bahasa dan tanah air Indonesia ?
Memajukan derajat kehidupan bangsa dapat dilakukan sesuai dengan kapasitas diri kita masing-masing. Karena setiap orang punya potensi yang dapat dikembangkan untuk mencapai kapasitas itu. Jika setiap anak bangsa memberikan satu langkah ke depan, bisa dibayangkan betapa lapang jalan yang dapat kita lalui bersama untuk mengatasi krisis multisdimensional saat ini. Menghargai keanekaragaman dalam kancah negara kesatuan indonesia adalah salah satu bentuk apresiasi dan pemaknanaan Sumpah pemuda dalam hal ”SATU NUSA SATU BANGSA.”
Lalu bagaimana dengan SATU BAHASA? Mengapresiasi bahasa Indonesia tidak harus diwujudkan dalam bentuk ekstrim semisal menolak pemakaian bahasa asing dan lokal sebagai media komunikasi verbal, bahasa pengantar dan sejenisnya. Atau juga denganb melakukan parade baca puisi dan berbalas pantun setiap hari. Penting dicatat bahwa memelihara kelenturan sikap dalam ber-Bahasa Indonesia justru akan menjadi faktor pengaya dalam kebhineka tunggal ika-annya. Tentu, perlu ada aturan baku sebagai acuan utama dalam mengupayakan pengayaan itu. Selain menjadi pengatar, Bahasa Indonesia sangat perlu dikembangkan sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Ini adalah bukti penghargaan kita terhadap Bahasa Indonesia dalam menjiwai makna ”SATU BAHASA.”
Karena itu, peringatan hari SUMPAH PEMUDA hendaknya menjadi moment untuk merefleksikan kesadaran jati diri kita sebagai anak bangsa yang bertanah air satu, tanah air Indonesia, dan berbangsa satu bangsa Indonesia serta bangsa yang memiliki satu bahasa persatuan, yaitu: bahasa Indonesia. MERDEKA!
Langganan:
Postingan (Atom)