By: Romald Kahardi
Senyum ceria
awal yang indah
menggapai harapan
Senyum ceria
awal yang indah
membangun harapan
Senyum ceria
awal yang indah
memulai persahabatan
Senyum ceria
awal yang indah
pratanda kehidupan
Senyum ceria
awal yang indah
menuju kebahagiaan
Senyum ceria
awal yang indah
merayakan kebebasan
Senyum ceria
Awal yang indah
merayakan kehidupan
Belajar merdeka untuk menulis tentang curahan hati berupa puisi, pertanyaan dan cuplikan pengalaman serta opini tentang kehidupan.
Kamis, 08 Oktober 2009
Minggu, 04 Oktober 2009
Dari Laskar Pelangi menuju Pelangi jiwa
By: Romald Kahardi
Laskar Pelangi. Ini adalah nama sebuah Film fenomenal yang menggenjot perhatian pencinta film dan penikmat film di tanah air. Banyak orang jatuh cinta pada Film ini. Tdak heran Pak SBY, Presiden Republik Indonesia meluangkan waktu khusus untuk menonton Laskar Pelangi bersama staff istana dan keluarganya. Ada apa dengan laskar pelangi? Sampai banyak orang berebutan dan berdesakkan antre di Bioskop untuk menonton Film Laskar Pelangi. Saya sendiri sudah menonton film Laskar Pelangi tiga kali. Pertama kali aku menontonya di Atrium Senen, Jakarta Pusat, kedua dan ketiganya aku nonton di rumah karena aku membeli DVD-nya. Aku menonton berkali-kali karena adrinalinku terpacu untuk menjadikan Laskar Pelangi menjadi ”pelangi di jiwaku”. Aku merasa ditantang untuk membangkitkan spirit untuk bersyukur dan bersabar dan berjuang. Sabar menghadapi setiap tantangan hidup. Aku kagum dengan Ibu Muslimah yang bernama lengkap N.A. Muslimah Hafsari Hamid binti K.A. Abdul Hamid. Dia adalah Ibunda Guru bagi Laskar Pelangi. Wanita lembut ini adalah pengajar pertama Laskar Pelangi dan merupakan guru yang paling berharga bagi mereka. Aku juga bangga dan terpesona dengan dengan Harfan Efendy Noor bin K.A. Fadillah Zein Noor; yang biasa disapa Pak Harfan. Kepala sekolah dari sekolah Muhammadiyah ini adalah orang yang sangat baik hati dan penyabar meski murid-murid awalnya takut melihatnya. Juga aku bangga dan kagum dengan Seorang bocah mungil, Floriana dengan sapaan Flo; seorang anak tomboi yang berasal dari keluarga kaya. Dia merupakan murid pindahan dari sekolah PN yang kaya dan sekaligus tokoh terakhir yang muncul sebagai bagian dari laskar pelangi.
Naskah Laskar Pelangi
Naskah Laskar Pelangi diadaptasi menjadi sebuah film tahun 2008 dari novel dengan judul yang sama, Laskar Pelangi” karya Andre Hirata. Film Laskar Pelangi diproduksi oleh Miles Films dan Mizan Production, dan digarap oleh sutradara Riri Riza. Skenario adaptasi ditulis oleh Salman Aristo dibantu oleh Riri Riza dan Mira Lesmana. Menurut Andrea Hirata, dengan diadaptasi menjadi sebuah film, pesan-pesan yang terkandung di bukunya diharapkan dapat lebih menyebar ke khalayak lebih luas. Film ini penuh dengan nuansa lokal Pulau Belitong, dari penggunaan dialek Belitung sampai aktor-aktor yang menjadi anggota Laskar Pelangi juga adalah anak-anak asli Belitung.
Spirit Laskar Pelangi
Menoreh pada Spirit Laskar Pelangi. Laskar pelangi mengajak kita untuk terus berjuang. Berjuang untuk untuk hidup, menjalani dan mengatasi kehidupan. Berjuang seperti yang ditunjukkan para anggota Laskar Pelangi. Tidak hanya sekolah yang menghadapi dan harus lulus ujian, tetapi hidup juga harus lolos dari sejumlah ujian. “Menunggu satu orang untuk genap menjadi sepuluh orang agar sekolah bisa terus berjalan, adalah ujian terberat bagi anggota Laskar Pelangi. Satu murid yang datang, yang meski maaf…. agak cacat mental, adalah hikmah sekaligus buah dari ujian yang membutuhkan perjuangan dan semangat.”
Dari teaser Laskar Pelangi yang menggugah spirit hidup kita, kini kita kembali pada topik utama, ”Dari laskar pelangi menuju pelangi jiwa.” Apa dan bagaimana, perjuangan apa dan spirit apa yang kita miliki dan hayai agar teaster laskar Pelangi bisa menjadi pelangi jiwa di hati kita dan pelangi jiwa bagi yang lain di sekitar kita. Dalam hidup kita dihadapkan dengan dua realitas hidup, yakni: kebaikan dan keburukan; kemudahan dan kesulitan persoalan dan jalan keluar dan pelbagai dualisme hidup lainnya.
Dua-duanya adalah ujian, tantangan dan sekaligus peluang bagi kita. Saling bertolak belakang. Dua-duanya sama beratnya. Ada orang yang diuji dengan kebaikan atau kemudahan berupa kekayaan yang melimpah, jabatan yang tinggi dan pengaruh yang luar biasa besar di masyarakat. Sebaliknya, ada pula orang yang diuji dengan kesulitan hidup, kemiskinan, kesengsaraan, tanpa pekerjaan, serta tanpa pengaruh dan kekuasaan sedikit pun di masyarakat. Kunci hidup untuk menjalani dua ujian yang berbeda itu adalah: Perjuangan, syukur dan kesabaran. Sekarang apakah kita mempu menjalaninya?
Hem…….. perlu dicatat dan diingat bahwa, “Orang yang diuji oleh kemudahan berupa kekayaan dan jabatan tinggi kadang sering lupa untuk bersyukur, sering lupa bahwa semua kenikmatan yang telah diterimanya itu berasal dari Allah, adalah berkat kemurahan Tuhan atas perjuangan hidupnya. Orang itu menjadi lupa, tidak amanah, dan tidak toleran terhadap sesamanya yang sedang diuji kesusahan. Sebaliknya orang yang sedang diuji kesulitan atau tertimpah masalah sering lupa untuk bersabar. Yang dilakukan malah menggugat Tuhan dan menyalahkan diri sendiri.
Laskar Pelangi. Ini adalah nama sebuah Film fenomenal yang menggenjot perhatian pencinta film dan penikmat film di tanah air. Banyak orang jatuh cinta pada Film ini. Tdak heran Pak SBY, Presiden Republik Indonesia meluangkan waktu khusus untuk menonton Laskar Pelangi bersama staff istana dan keluarganya. Ada apa dengan laskar pelangi? Sampai banyak orang berebutan dan berdesakkan antre di Bioskop untuk menonton Film Laskar Pelangi. Saya sendiri sudah menonton film Laskar Pelangi tiga kali. Pertama kali aku menontonya di Atrium Senen, Jakarta Pusat, kedua dan ketiganya aku nonton di rumah karena aku membeli DVD-nya. Aku menonton berkali-kali karena adrinalinku terpacu untuk menjadikan Laskar Pelangi menjadi ”pelangi di jiwaku”. Aku merasa ditantang untuk membangkitkan spirit untuk bersyukur dan bersabar dan berjuang. Sabar menghadapi setiap tantangan hidup. Aku kagum dengan Ibu Muslimah yang bernama lengkap N.A. Muslimah Hafsari Hamid binti K.A. Abdul Hamid. Dia adalah Ibunda Guru bagi Laskar Pelangi. Wanita lembut ini adalah pengajar pertama Laskar Pelangi dan merupakan guru yang paling berharga bagi mereka. Aku juga bangga dan terpesona dengan dengan Harfan Efendy Noor bin K.A. Fadillah Zein Noor; yang biasa disapa Pak Harfan. Kepala sekolah dari sekolah Muhammadiyah ini adalah orang yang sangat baik hati dan penyabar meski murid-murid awalnya takut melihatnya. Juga aku bangga dan kagum dengan Seorang bocah mungil, Floriana dengan sapaan Flo; seorang anak tomboi yang berasal dari keluarga kaya. Dia merupakan murid pindahan dari sekolah PN yang kaya dan sekaligus tokoh terakhir yang muncul sebagai bagian dari laskar pelangi.
Naskah Laskar Pelangi
Naskah Laskar Pelangi diadaptasi menjadi sebuah film tahun 2008 dari novel dengan judul yang sama, Laskar Pelangi” karya Andre Hirata. Film Laskar Pelangi diproduksi oleh Miles Films dan Mizan Production, dan digarap oleh sutradara Riri Riza. Skenario adaptasi ditulis oleh Salman Aristo dibantu oleh Riri Riza dan Mira Lesmana. Menurut Andrea Hirata, dengan diadaptasi menjadi sebuah film, pesan-pesan yang terkandung di bukunya diharapkan dapat lebih menyebar ke khalayak lebih luas. Film ini penuh dengan nuansa lokal Pulau Belitong, dari penggunaan dialek Belitung sampai aktor-aktor yang menjadi anggota Laskar Pelangi juga adalah anak-anak asli Belitung.
Spirit Laskar Pelangi
Menoreh pada Spirit Laskar Pelangi. Laskar pelangi mengajak kita untuk terus berjuang. Berjuang untuk untuk hidup, menjalani dan mengatasi kehidupan. Berjuang seperti yang ditunjukkan para anggota Laskar Pelangi. Tidak hanya sekolah yang menghadapi dan harus lulus ujian, tetapi hidup juga harus lolos dari sejumlah ujian. “Menunggu satu orang untuk genap menjadi sepuluh orang agar sekolah bisa terus berjalan, adalah ujian terberat bagi anggota Laskar Pelangi. Satu murid yang datang, yang meski maaf…. agak cacat mental, adalah hikmah sekaligus buah dari ujian yang membutuhkan perjuangan dan semangat.”
Dari teaser Laskar Pelangi yang menggugah spirit hidup kita, kini kita kembali pada topik utama, ”Dari laskar pelangi menuju pelangi jiwa.” Apa dan bagaimana, perjuangan apa dan spirit apa yang kita miliki dan hayai agar teaster laskar Pelangi bisa menjadi pelangi jiwa di hati kita dan pelangi jiwa bagi yang lain di sekitar kita. Dalam hidup kita dihadapkan dengan dua realitas hidup, yakni: kebaikan dan keburukan; kemudahan dan kesulitan persoalan dan jalan keluar dan pelbagai dualisme hidup lainnya.
Dua-duanya adalah ujian, tantangan dan sekaligus peluang bagi kita. Saling bertolak belakang. Dua-duanya sama beratnya. Ada orang yang diuji dengan kebaikan atau kemudahan berupa kekayaan yang melimpah, jabatan yang tinggi dan pengaruh yang luar biasa besar di masyarakat. Sebaliknya, ada pula orang yang diuji dengan kesulitan hidup, kemiskinan, kesengsaraan, tanpa pekerjaan, serta tanpa pengaruh dan kekuasaan sedikit pun di masyarakat. Kunci hidup untuk menjalani dua ujian yang berbeda itu adalah: Perjuangan, syukur dan kesabaran. Sekarang apakah kita mempu menjalaninya?
Hem…….. perlu dicatat dan diingat bahwa, “Orang yang diuji oleh kemudahan berupa kekayaan dan jabatan tinggi kadang sering lupa untuk bersyukur, sering lupa bahwa semua kenikmatan yang telah diterimanya itu berasal dari Allah, adalah berkat kemurahan Tuhan atas perjuangan hidupnya. Orang itu menjadi lupa, tidak amanah, dan tidak toleran terhadap sesamanya yang sedang diuji kesusahan. Sebaliknya orang yang sedang diuji kesulitan atau tertimpah masalah sering lupa untuk bersabar. Yang dilakukan malah menggugat Tuhan dan menyalahkan diri sendiri.
Laskar Pelangi dan Pelangi jiwa
Dari kisah Laskar pelangi, ”aku” tersadar dan disadarkan bahwa hidup itu butuh kesabaran, syukur dan perjuangan. Tengoklah kisah dibalik laskar pelangi. Film yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata yang dibintangi oleh: Ikal, Lintang, Sahara, Mahar, A Kiong, Syahdan, Kucai, Borek, Trapani dan Harun; yang bersekolah (SD dan SMP) di sebuah sekolah Muhammadiyah di pulau Belitong yang penuh dengan keterbatasan ini mampu mengisi ”pelangi jiwa” penikmat Laskar Pelangi. Keterbatasan yang ada bukan membuat mereka putus asa, tetapi malah membuat mereka terpacu untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih baik. So... jadilah Pelangi bagi segenap jiwa yang Anda temui. Sebagaimana para ”Laskar Pelangi” menjadi ”Pelangi jiwa” bagi Anda dikala menonton Laskar Pelangi!
Dari kisah Laskar pelangi, ”aku” tersadar dan disadarkan bahwa hidup itu butuh kesabaran, syukur dan perjuangan. Tengoklah kisah dibalik laskar pelangi. Film yang diangkat dari novel karya Andrea Hirata yang dibintangi oleh: Ikal, Lintang, Sahara, Mahar, A Kiong, Syahdan, Kucai, Borek, Trapani dan Harun; yang bersekolah (SD dan SMP) di sebuah sekolah Muhammadiyah di pulau Belitong yang penuh dengan keterbatasan ini mampu mengisi ”pelangi jiwa” penikmat Laskar Pelangi. Keterbatasan yang ada bukan membuat mereka putus asa, tetapi malah membuat mereka terpacu untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih baik. So... jadilah Pelangi bagi segenap jiwa yang Anda temui. Sebagaimana para ”Laskar Pelangi” menjadi ”Pelangi jiwa” bagi Anda dikala menonton Laskar Pelangi!
Sabtu, 03 Oktober 2009
Perempuan dibayar Puisi*
Perempuan yang Dibayar Puisi Cerpen Faisal Syahreza Dimuat di Batam Pos 06/14/2009 Telah Disimak 262 kali
Aku merasa bersalah bila menatap matamu yang bagai ceruk dalam, setelah hangus dalam ranjangmu semalam. Oh tapi aku tahu itu keinginanmu bukan? Kau bahkan sepertinya bahagia bukan kepalang bila malam-malam – ketika tak ada satu lelaki pelanggan pun yang melirikmu dan mau tidur denganmu – aku datang dan menyambutmu berpelukan sayap lelaki bujang. Aku merasa sesat terjebak lagi dengan pertemuanmu, bagai menemukan beruang lapar di hutan. Dan sebaliknya anehnya jadi serba salah, bila aku tak kunjung bertemu denganmu, aku merasa dingin,sepi sekali. Aku merasakan sedang berenang di lautan es tanpa busana. Tanpa ada rumah menyambutku dengan api unggun dan segelas susu hangat ketika pulang.
Aku selesaikan ciumanku denganmu begitu khdimat. Kau sempat menghempaskan tubuhmu lagi di kasur empuk, merubung tubuhku dengan goda. Dan ingin kembali luruh ketika jari lentikmu mengajak bercinta lagi. Tak bisa, kataku padamu. Aku harus pulang, kuliah pagi ini. Aku harus siapkan buku dan makalah. Mata kuliah mengajarkanku membagi waktu sebaik mungkin, cinta dan karir bebarengan. Mudah-mudahan lancar, ucapku. Agar ia mengerti dan mau mendoakanku.
Aku tahu dia pulang dan merasakan kengerian yang bisa aku tangkap dalam kecemasannya, ketika aku mengancingkan kemejaku. Dia selalu cemas dasyat. Padahal dia perempuan masih muda dan cantik dengan bibir yang tak bosan-bosan menawarkan candu. Tubuhnya ramping, dan di dadanya sepasang apel matang. Dia tak terlalu pintar cara bercerita tentang dirinya juga hidupnya.Otak yang sedemikian tergambar dari perilakunya. Setelah mencermati perjumpaan berkali-kali, dia masih cukup pantas sekolah di kampus swasta. Aku tahu dia cemas sekali, sangat bisa aku rasakan. Namun senantiasa dia menyerukan, tak ada apa-apa aku, karena baginya diriku tujuannya. Dia selalu seperti itu bila kutanyai ‘ada masalah?Aku tak mau memaksa menanyainya, tak ada gunanya. Dia perempuan paling cantik dan paling bisa memahamiku di segala hal di usiaku yang muda. Aku masih ingat dengan ice cream ia pilihkan untukku. Bukan main mengapa dia bisa mengetahui aku menyukai rasa coklat dengan balutan selai strobery dan kacang. Bagi orang ini sepele, bagiku ini luar biasa. Ini sesuatu yang sempurna, apalagi ketika dia membelikanku baju berwarna putih bermotif anak anjing. Dia seakan dikirim Tuhan untukku. Dengan segala kekuasaan yang menyihirku. Orang bisa menemukan pasangannya membuat ia nyaman, dalam hal kecil maupun hal besar.
Makanya, aku tak melepasnya begitu saja. Dia kupelihara bagai sebongkah tanah ditanami pepohanan jangkung. Bermacam buah bergelantungan di rimbun dan keteduhan daunan di hatiku. Setiap kemarau aku ada di sana. Setiap musim hujan aku akan di sana, menengokinya, menengoki kebun siap panen di segala musim. ‘Aku cinta kau wahai kebun yang setiap saat siap kupetik' padanya kubisiki.***
Selesai kuliah, bergegasku menuju taman parterre. Di sana merebahkan tubuhku ke rerumputan menatap kemilau cahaya senja di daunan. Aku ingin menulis puisi. Akan kucari tempat membantu pikiranku jernih. Mengingat-ingat gadis dulu sempat aku taksir, Dini, Kiki, Fuji, Sri, Putri, Wia, banyak lagi. Aku ingat-ingat mereka. Membantu mencairkan perasaan dituangkan ke tulisan.
Ada nyamuk-nyamukmengganggu lamunanku. Aku tak sempat membuka buku catatan menuliskan sepatah kata pun, ketika temanku datang. Knalpotnya nyaring, merobek lengangnya sepi taman. Ah, Erik selalu begitu, gengster motor punya sikap semaunya. Dia mengajakku pulang ke kostan, aku ikut dengannya. Setelah menawariku membeli sebotol anggur dan sebungkus rokok. Aku setuju saja. Habis perkara sudah.***
Dia malah tidur sesampainya di kost. Aku malah ingin berdiam sejenak. Aku kangen perempuan yang selalu menghanguskanku diranjangnya itu. Perempuan senantiasa menyimpan kenangan tentangnya di lipatan ingatanku. Aku menyalakan komputerku perasaan ingin menulis puisi yang sempat hilang. Ternyata aku ingin menulis puisi untuk seorang perempuan yang baru aku kenal. Dia lebih berguna dari yang aku kira. Dari bayang dia aku coba raih di batas pikiranku, aku dapati potongan puisi. Oh, ini sepatutnya tugas calon penyair yang berusaha mencari pengakuan. Penyair kesepian.Kemudian perlahan aku ingin terbakar oleh tubuhnya. Mungkin aku harus sedikit mengingat beberapa adegan ranjang dengannya. Seperti, bagaimana segalanya milikku habis ia hisap. Seperti menghisap sari-sari kekuatanku lenyap dan lelah meliputiku, waktu itu.***
Erik sudah pulang tentunya, selalu pergi bila telah malam, jalanan lengang. Ketika jalan mulai jarang kendaraan. Seribu kupu-kupu bulan, bermunculan dengan luka dan tangisan sangat rahasia, tak bisa didengar. Entah apa yang ia cari di sepi itu. Aku ke luar kost, menuju warung di ujung jalan. Hanya beberap kios masih buka.“Rokok.”“Berapa?”“Setengah bungkus.”Aku hendak mencari makan, perut kelaparan. Malam lumayan larut, hampir jam duabelas, aku berpikir tak dapat makanan. Untung kawasan kampus, ada saja beberapa warung buka 24 jam. Meski kutahu, lauknya dingin dan sisa tadi tak laku dibeli orang. Aku menuju jalan. Menikung di gelap malam. ***
Oh, tidak kau, kataku setengah terkejut. Kudapati sepasang matamu lagi-lagi melukis kecemasan membadai. Aku tak sanggup memandangnya. Lalu kau tersenyum. Dan.“Bahagia rasanya.”Aku memeluk tubuhnya yang setengah beku. Mungkin sudah lama di sini. Di simpang jalan lengang hanya ada remang bulan. Dia masih memiliki tangan hangat dan bau parfum yang aku suka. Aku cintai dia seperti mencintai sebatang rokok satu-satunya. (rokok pada saat itu bukan main istimewanya). Aku senang bisa tanpa sengaja bertemu dia. Seakan tak kehabisan cerita di obrolan keluar dari mulutku ini. Dia seakan tak bosan mendengar ocehanku meski terkadang sama sekali tak penting.Lama juga waktu dibabat habis, dingin tak terasa lagi saat itu. Aku kehabisan cerita, dia nampak lelah mendengarkannya.Aku harus bagaimana?***
Kini setelah aku ambil keputusan mengajaknya ke kostan, aku sendiri bingung, apa dilakukan di ruang kotak penuh kekosongan. Aku menyuruhnya tidur di kasurku yang tipis. Dia tersenyum bersandar di punggungku, kau hangat. Katanya sambil terbenam begitu saja. Bagai seekor burung menemukan sarangnya di atas pohonan tinggi dan aman. Aku mencoba mencegahnya, mencegah diriku nekat lagi memberangus diri. Aku tak enak kamar sebelahku bila ia ternyata mengetahui apa yang terjadi di kamarku bila lepas dari control, berselancar di lautan kasmaran.
Perempuan itu seakan tak gelisah, malah membuka pakaiannya hanya menyisakan kutangnya dan celana dalamnya kemudian kembali meringkusku. Aku tergoda, tapi tetap tegar berusaha lepas cari cengkramannya yang membabi buta. Dia bukan seorang yang pantang menyerah rupanya, dia berbisik padaku, kamu kangenkan sama hangat tubuhku, sambil mencoba meluruhkan lagi diriku.
Aku nyalakan komputer. Siapa tahu dia mengerti sikapku itu. Komputerku meraung suara kipas dan mesinnya. Dia sedikit kecewa dan matanya kini terasa jenuh, maafkan aku dalam hatiku padanya.***
Ini puisi yang kutulis saat ingat kamu, seruku pada perempuan yang kucintai itu bagai menyukai permen manis di lidahku. Aku goyangkan tubuhnya yang kini telanjang. Aku merasa dia nyaman.Lihat puisiku ini, bujukku, aku coba mengirimkannya ke koran-koran.Dia melorot lagi dalam genggaman tanganku. Aku sedang merasa memberitahukannya ini semua karenamu aku bisa menulis. Tapi dia terus berpindah dari samping kananku, ke samping kiriku begitu seterusnya. Aku tahu dia merasa tersanjung. Aku segera memerhatikan lekuk tubuhnya penuh dengan cindramata itu. Kenangan manis dalam ingatan.
Oh tidak! Kutemukan berbagai luka lebam di antara tubuhnya. Di punggungnya, dada, lehernya, selangkangannya dan di betisnya. Luka pukulan benda tumpul. Hatiku gusar, siapa berani menyakiti tubuh mulusnya ini. Aku bersumpah ingin mematikannya dalam cekikanku yang lambat agar tahu rasanya kematian.
Aku ciumi luka-lukanya dan kutemukan kisah baru. Hangus segalanya. Menuju malam hangat di perapian. Dan pada luka-luka di tubuh perempuan itu, aku menemukan diriku, bapakku, pamanku, teman-temanku, guruku, orang asing, yang tak kukenali sebelumnya. Mengapa wajah-wajah mereka jelas sekali.*** Pagi. Begitu terbangun dia tak ada, hanya mesin komputerku dan printerku menyala. Kertas berserakan. Oh dia – perempuan itu – melakukannya sebelum aku bangun. Dia mengambil haknya sebagai perempuan yang kupinang malam itu, dengan beberapa puisi sebagai mahar, pengganti kebahagian yang tak kukira akan kurasa. Dan kudapatkan dari dia kenikmatan tiada tara. Aku ingat lagi dia – perempuan itu – berkata ‘harus pulang ke rumah pamannya pagi sekali dan membawa uang setoran, sebelum matahari mencuri segalanya darinya. Dan kini kulihat matahari muncul dengan sinarnya membawa cerita usang dalam hidup yang siap dijalani lagi seperti hari sebelumnya.***
Aku merasa bersalah bila menatap matamu yang bagai ceruk dalam, setelah hangus dalam ranjangmu semalam. Oh tapi aku tahu itu keinginanmu bukan? Kau bahkan sepertinya bahagia bukan kepalang bila malam-malam – ketika tak ada satu lelaki pelanggan pun yang melirikmu dan mau tidur denganmu – aku datang dan menyambutmu berpelukan sayap lelaki bujang. Aku merasa sesat terjebak lagi dengan pertemuanmu, bagai menemukan beruang lapar di hutan. Dan sebaliknya anehnya jadi serba salah, bila aku tak kunjung bertemu denganmu, aku merasa dingin,sepi sekali. Aku merasakan sedang berenang di lautan es tanpa busana. Tanpa ada rumah menyambutku dengan api unggun dan segelas susu hangat ketika pulang.
Aku selesaikan ciumanku denganmu begitu khdimat. Kau sempat menghempaskan tubuhmu lagi di kasur empuk, merubung tubuhku dengan goda. Dan ingin kembali luruh ketika jari lentikmu mengajak bercinta lagi. Tak bisa, kataku padamu. Aku harus pulang, kuliah pagi ini. Aku harus siapkan buku dan makalah. Mata kuliah mengajarkanku membagi waktu sebaik mungkin, cinta dan karir bebarengan. Mudah-mudahan lancar, ucapku. Agar ia mengerti dan mau mendoakanku.
Aku tahu dia pulang dan merasakan kengerian yang bisa aku tangkap dalam kecemasannya, ketika aku mengancingkan kemejaku. Dia selalu cemas dasyat. Padahal dia perempuan masih muda dan cantik dengan bibir yang tak bosan-bosan menawarkan candu. Tubuhnya ramping, dan di dadanya sepasang apel matang. Dia tak terlalu pintar cara bercerita tentang dirinya juga hidupnya.Otak yang sedemikian tergambar dari perilakunya. Setelah mencermati perjumpaan berkali-kali, dia masih cukup pantas sekolah di kampus swasta. Aku tahu dia cemas sekali, sangat bisa aku rasakan. Namun senantiasa dia menyerukan, tak ada apa-apa aku, karena baginya diriku tujuannya. Dia selalu seperti itu bila kutanyai ‘ada masalah?Aku tak mau memaksa menanyainya, tak ada gunanya. Dia perempuan paling cantik dan paling bisa memahamiku di segala hal di usiaku yang muda. Aku masih ingat dengan ice cream ia pilihkan untukku. Bukan main mengapa dia bisa mengetahui aku menyukai rasa coklat dengan balutan selai strobery dan kacang. Bagi orang ini sepele, bagiku ini luar biasa. Ini sesuatu yang sempurna, apalagi ketika dia membelikanku baju berwarna putih bermotif anak anjing. Dia seakan dikirim Tuhan untukku. Dengan segala kekuasaan yang menyihirku. Orang bisa menemukan pasangannya membuat ia nyaman, dalam hal kecil maupun hal besar.
Makanya, aku tak melepasnya begitu saja. Dia kupelihara bagai sebongkah tanah ditanami pepohanan jangkung. Bermacam buah bergelantungan di rimbun dan keteduhan daunan di hatiku. Setiap kemarau aku ada di sana. Setiap musim hujan aku akan di sana, menengokinya, menengoki kebun siap panen di segala musim. ‘Aku cinta kau wahai kebun yang setiap saat siap kupetik' padanya kubisiki.***
Selesai kuliah, bergegasku menuju taman parterre. Di sana merebahkan tubuhku ke rerumputan menatap kemilau cahaya senja di daunan. Aku ingin menulis puisi. Akan kucari tempat membantu pikiranku jernih. Mengingat-ingat gadis dulu sempat aku taksir, Dini, Kiki, Fuji, Sri, Putri, Wia, banyak lagi. Aku ingat-ingat mereka. Membantu mencairkan perasaan dituangkan ke tulisan.
Ada nyamuk-nyamukmengganggu lamunanku. Aku tak sempat membuka buku catatan menuliskan sepatah kata pun, ketika temanku datang. Knalpotnya nyaring, merobek lengangnya sepi taman. Ah, Erik selalu begitu, gengster motor punya sikap semaunya. Dia mengajakku pulang ke kostan, aku ikut dengannya. Setelah menawariku membeli sebotol anggur dan sebungkus rokok. Aku setuju saja. Habis perkara sudah.***
Dia malah tidur sesampainya di kost. Aku malah ingin berdiam sejenak. Aku kangen perempuan yang selalu menghanguskanku diranjangnya itu. Perempuan senantiasa menyimpan kenangan tentangnya di lipatan ingatanku. Aku menyalakan komputerku perasaan ingin menulis puisi yang sempat hilang. Ternyata aku ingin menulis puisi untuk seorang perempuan yang baru aku kenal. Dia lebih berguna dari yang aku kira. Dari bayang dia aku coba raih di batas pikiranku, aku dapati potongan puisi. Oh, ini sepatutnya tugas calon penyair yang berusaha mencari pengakuan. Penyair kesepian.Kemudian perlahan aku ingin terbakar oleh tubuhnya. Mungkin aku harus sedikit mengingat beberapa adegan ranjang dengannya. Seperti, bagaimana segalanya milikku habis ia hisap. Seperti menghisap sari-sari kekuatanku lenyap dan lelah meliputiku, waktu itu.***
Erik sudah pulang tentunya, selalu pergi bila telah malam, jalanan lengang. Ketika jalan mulai jarang kendaraan. Seribu kupu-kupu bulan, bermunculan dengan luka dan tangisan sangat rahasia, tak bisa didengar. Entah apa yang ia cari di sepi itu. Aku ke luar kost, menuju warung di ujung jalan. Hanya beberap kios masih buka.“Rokok.”“Berapa?”“Setengah bungkus.”Aku hendak mencari makan, perut kelaparan. Malam lumayan larut, hampir jam duabelas, aku berpikir tak dapat makanan. Untung kawasan kampus, ada saja beberapa warung buka 24 jam. Meski kutahu, lauknya dingin dan sisa tadi tak laku dibeli orang. Aku menuju jalan. Menikung di gelap malam. ***
Oh, tidak kau, kataku setengah terkejut. Kudapati sepasang matamu lagi-lagi melukis kecemasan membadai. Aku tak sanggup memandangnya. Lalu kau tersenyum. Dan.“Bahagia rasanya.”Aku memeluk tubuhnya yang setengah beku. Mungkin sudah lama di sini. Di simpang jalan lengang hanya ada remang bulan. Dia masih memiliki tangan hangat dan bau parfum yang aku suka. Aku cintai dia seperti mencintai sebatang rokok satu-satunya. (rokok pada saat itu bukan main istimewanya). Aku senang bisa tanpa sengaja bertemu dia. Seakan tak kehabisan cerita di obrolan keluar dari mulutku ini. Dia seakan tak bosan mendengar ocehanku meski terkadang sama sekali tak penting.Lama juga waktu dibabat habis, dingin tak terasa lagi saat itu. Aku kehabisan cerita, dia nampak lelah mendengarkannya.Aku harus bagaimana?***
Kini setelah aku ambil keputusan mengajaknya ke kostan, aku sendiri bingung, apa dilakukan di ruang kotak penuh kekosongan. Aku menyuruhnya tidur di kasurku yang tipis. Dia tersenyum bersandar di punggungku, kau hangat. Katanya sambil terbenam begitu saja. Bagai seekor burung menemukan sarangnya di atas pohonan tinggi dan aman. Aku mencoba mencegahnya, mencegah diriku nekat lagi memberangus diri. Aku tak enak kamar sebelahku bila ia ternyata mengetahui apa yang terjadi di kamarku bila lepas dari control, berselancar di lautan kasmaran.
Perempuan itu seakan tak gelisah, malah membuka pakaiannya hanya menyisakan kutangnya dan celana dalamnya kemudian kembali meringkusku. Aku tergoda, tapi tetap tegar berusaha lepas cari cengkramannya yang membabi buta. Dia bukan seorang yang pantang menyerah rupanya, dia berbisik padaku, kamu kangenkan sama hangat tubuhku, sambil mencoba meluruhkan lagi diriku.
Aku nyalakan komputer. Siapa tahu dia mengerti sikapku itu. Komputerku meraung suara kipas dan mesinnya. Dia sedikit kecewa dan matanya kini terasa jenuh, maafkan aku dalam hatiku padanya.***
Ini puisi yang kutulis saat ingat kamu, seruku pada perempuan yang kucintai itu bagai menyukai permen manis di lidahku. Aku goyangkan tubuhnya yang kini telanjang. Aku merasa dia nyaman.Lihat puisiku ini, bujukku, aku coba mengirimkannya ke koran-koran.Dia melorot lagi dalam genggaman tanganku. Aku sedang merasa memberitahukannya ini semua karenamu aku bisa menulis. Tapi dia terus berpindah dari samping kananku, ke samping kiriku begitu seterusnya. Aku tahu dia merasa tersanjung. Aku segera memerhatikan lekuk tubuhnya penuh dengan cindramata itu. Kenangan manis dalam ingatan.
Oh tidak! Kutemukan berbagai luka lebam di antara tubuhnya. Di punggungnya, dada, lehernya, selangkangannya dan di betisnya. Luka pukulan benda tumpul. Hatiku gusar, siapa berani menyakiti tubuh mulusnya ini. Aku bersumpah ingin mematikannya dalam cekikanku yang lambat agar tahu rasanya kematian.
Aku ciumi luka-lukanya dan kutemukan kisah baru. Hangus segalanya. Menuju malam hangat di perapian. Dan pada luka-luka di tubuh perempuan itu, aku menemukan diriku, bapakku, pamanku, teman-temanku, guruku, orang asing, yang tak kukenali sebelumnya. Mengapa wajah-wajah mereka jelas sekali.*** Pagi. Begitu terbangun dia tak ada, hanya mesin komputerku dan printerku menyala. Kertas berserakan. Oh dia – perempuan itu – melakukannya sebelum aku bangun. Dia mengambil haknya sebagai perempuan yang kupinang malam itu, dengan beberapa puisi sebagai mahar, pengganti kebahagian yang tak kukira akan kurasa. Dan kudapatkan dari dia kenikmatan tiada tara. Aku ingat lagi dia – perempuan itu – berkata ‘harus pulang ke rumah pamannya pagi sekali dan membawa uang setoran, sebelum matahari mencuri segalanya darinya. Dan kini kulihat matahari muncul dengan sinarnya membawa cerita usang dalam hidup yang siap dijalani lagi seperti hari sebelumnya.***
Rabu, 30 September 2009
"Lagi-lagi dan lagi" Bencana derita dan tangisan Pertiwi
By: Romald Kahardi
Kemarin sore aku dengar berita
menyaksikan kabar dari layar Tv
pagi ini aku baca di Koran
tentang sebuah tragedi
bencana mengguncang Bumi andalas.
Sebagian besar wilayah ini diguncang gempa bumi yang dasyat dan meluluhlantakan tanah, bangunan dan perumahan warga di sana.
Ada isak dan tangis
ada teriakan histeris
ada yang lari tunggang-langgang
berlari dan berlari
sambil menggendong bayi
dan menjunjung kardus.............
entah kemana dan tujuannya kemana???????????
Tak tahu,
yang penting berlari
lari menyelamatkan diri..............
Ada yang berdesak-desakan
berebutan dan saling mendahului dijalanan.
tak hayal ada yang terlindas
tertindih satu sama lain.
Dipojok sana ada seonggok bangkahan
reruntuhan bangunan
yang terluluhlantah akibat amukan alam.
Di sisi kiri dan kanan ada wajah bercampur darah.
Di depan sana ada manusia bersimbah darah
uhhhhhhhhhhhhhh....
Kemana lagi kaki berpijak
kemana lagi mata harus terpanah
semua serba galak
Tak sanggup
tak sanggupku menatap
jangankan ke arah depan
ke kiri dan kanan
apa lagi menoleh ke belakang aku tak sanggup
karena mereka dikejar kepanikan yang membuncah.
Tuhan Aku Tak tega menyaksikan penderitaan mereka
beri mereka jamahan dan sentuhan
sentuhan yang menyapa nurani
agar mereka bisa tersenyum
membangun kembali harapan
berjuang melanjutkan hidup
Kepada-Mu kuserahkan penderitaan dan hidup mereka, AMIN>
Tuhan ketuklah hati setiap insan pertiwi dan sapalah jiwa segenap penduduk semesta agar mereka bahu-membahu membantu dan menyalurkan "KASIHMU" bagi saudara-saudaraku di bumi Andalas sana. AMIN!
Kemarin sore aku dengar berita
menyaksikan kabar dari layar Tv
pagi ini aku baca di Koran
tentang sebuah tragedi
bencana mengguncang Bumi andalas.
Sebagian besar wilayah ini diguncang gempa bumi yang dasyat dan meluluhlantakan tanah, bangunan dan perumahan warga di sana.
Ada isak dan tangis
ada teriakan histeris
ada yang lari tunggang-langgang
berlari dan berlari
sambil menggendong bayi
dan menjunjung kardus.............
entah kemana dan tujuannya kemana???????????
Tak tahu,
yang penting berlari
lari menyelamatkan diri..............
Ada yang berdesak-desakan
berebutan dan saling mendahului dijalanan.
tak hayal ada yang terlindas
tertindih satu sama lain.
Dipojok sana ada seonggok bangkahan
reruntuhan bangunan
yang terluluhlantah akibat amukan alam.
Di sisi kiri dan kanan ada wajah bercampur darah.
Di depan sana ada manusia bersimbah darah
uhhhhhhhhhhhhhh....
Kemana lagi kaki berpijak
kemana lagi mata harus terpanah
semua serba galak
Tak sanggup
tak sanggupku menatap
jangankan ke arah depan
ke kiri dan kanan
apa lagi menoleh ke belakang aku tak sanggup
karena mereka dikejar kepanikan yang membuncah.
Tuhan Aku Tak tega menyaksikan penderitaan mereka
beri mereka jamahan dan sentuhan
sentuhan yang menyapa nurani
agar mereka bisa tersenyum
membangun kembali harapan
berjuang melanjutkan hidup
Kepada-Mu kuserahkan penderitaan dan hidup mereka, AMIN>
Tuhan ketuklah hati setiap insan pertiwi dan sapalah jiwa segenap penduduk semesta agar mereka bahu-membahu membantu dan menyalurkan "KASIHMU" bagi saudara-saudaraku di bumi Andalas sana. AMIN!
Rabu, 09 September 2009
CICAK CICAK
By: Romald Kahrdi
Pagi datang menjemput
Dentuman alarm handphoneku berdecak bersahutan
Seorang saudara menyapa
dalam alunan suara semesta
cik-cak-cik-cak
Selamat pagi kawan
Hari sudah pagi
Bangkit dan mulailah harimu dengan doa
Persembahkan hidupmu untuk semesta
Kubuka mata
Menatap cakrawala kamar
Kudapat seorang sahabat menyapa
dalam lagu alam semesta
cik-cak-cik-cak
Selamat pagi kawan
Hari sudah pagi
Bangkit dan mulailah harimu dengan doa
Gunakan hidupmu untuk kebaikan semesta!
Pagi datang menjemput
Dentuman alarm handphoneku berdecak bersahutan
Seorang saudara menyapa
dalam alunan suara semesta
cik-cak-cik-cak
Selamat pagi kawan
Hari sudah pagi
Bangkit dan mulailah harimu dengan doa
Persembahkan hidupmu untuk semesta
Kubuka mata
Menatap cakrawala kamar
Kudapat seorang sahabat menyapa
dalam lagu alam semesta
cik-cak-cik-cak
Selamat pagi kawan
Hari sudah pagi
Bangkit dan mulailah harimu dengan doa
Gunakan hidupmu untuk kebaikan semesta!
SEGELAS KOPI BERSAMA BAPAK LISTYO
By: Romald Kahardi
Pagi ini, aku bercanda dan bertatap muka sejenak dengan Bapak Listyo, guru bidang studi Matematika di SMA Charitas. Bapak Listyo adalah salah satu rekan kerjaku di SMA Charitas yang cukup senior. Ada banyak hal yang kami perbincangkan dalam ngopi bareng pagi ini. Diantara sekian banyak hal yang diperbincangkan adalah soal pekerjaan, yaitu mengajar.
Mengajar Matematika bagi Bapak Listyo adalah hobby, bukan hanya sekedar tugas. Walaupun hobby ia sanagt mencintai dan melaksanakannya dengan serius. Karenanya ia sangat mencintai pekerjaannya. Tidak heran walau jam mengajarnya kini melebihi ambang batas yakni 41 jam; karena salah satu rekan yang mengasuh pelajaran matematika di SMA Charitas berhalangan karena cuti, ia pun rela menerima tugas ini dengan ikhlas hati.
Baginya, matematika adalah dapur hidup bagi keluarganya. Istrinya juga adalah seorang guru matematika. Dari Matematika dia bisa mencukupi kehidupan keluarganya. Apa yang membuat bapak dua anak ini sangat mencintai pekerjaannya? Mungkin ada yang bilang mengajar itu beban, tapi guru yang satu ini, melihat mengajar sebagai hoby yang mengasikkan. Selama berkiprah sebagai guru, Bapak Listyo telah mengabdikan sebagian hidupnya untuk kemajuan pendidikan di Jakarta. Walaupun ia seorang guru di Charitas, namun pengabdiannya tidak hanya terbatas di SMA Charitas tempat ia mengajar tapi ilmunya dipakai oleh banyak anak sekolah yang meminta prifat matematika dengan dia. Baginya, Pekerjaan dan kepercayaan tentang tugas dan tanggunjawab itu harus dilaksanakan dan dikerjakan dengan serius, sehingga hasilnya tidak mengecewakan kita. Dan jangan lupa, pengalaman selalu menjadi pemacu dalam meraih sesuatu impian. Kita harus belajar dari pengalaman dan pandai membaca dan memanfaatkan peluang dalam mengejar impian dan cita-cita.
Wah...... obrolan singkat ditemani secangkir kopi kapal api pagi ini ternyata memperkaya khasana pengetahuan dan membangkitkan semangat dalam mengejar impian yang menjadi dambaanku (kita). Terima kasih Bapak Listyo. Persaudaraan tidak memandang usia dan asal yang penting kita memaknai persahabatan dengan sesuatu yang membangun. Saya harus belajar banayak dari pengalaman bapak Listyo. Ketegasan dan kedisiplinan hidupnya berbuah keberhasilan. Selamat sukses Pak dan terimakasih untuk ngopi barengnya.
Pagi ini, aku bercanda dan bertatap muka sejenak dengan Bapak Listyo, guru bidang studi Matematika di SMA Charitas. Bapak Listyo adalah salah satu rekan kerjaku di SMA Charitas yang cukup senior. Ada banyak hal yang kami perbincangkan dalam ngopi bareng pagi ini. Diantara sekian banyak hal yang diperbincangkan adalah soal pekerjaan, yaitu mengajar.
Mengajar Matematika bagi Bapak Listyo adalah hobby, bukan hanya sekedar tugas. Walaupun hobby ia sanagt mencintai dan melaksanakannya dengan serius. Karenanya ia sangat mencintai pekerjaannya. Tidak heran walau jam mengajarnya kini melebihi ambang batas yakni 41 jam; karena salah satu rekan yang mengasuh pelajaran matematika di SMA Charitas berhalangan karena cuti, ia pun rela menerima tugas ini dengan ikhlas hati.
Baginya, matematika adalah dapur hidup bagi keluarganya. Istrinya juga adalah seorang guru matematika. Dari Matematika dia bisa mencukupi kehidupan keluarganya. Apa yang membuat bapak dua anak ini sangat mencintai pekerjaannya? Mungkin ada yang bilang mengajar itu beban, tapi guru yang satu ini, melihat mengajar sebagai hoby yang mengasikkan. Selama berkiprah sebagai guru, Bapak Listyo telah mengabdikan sebagian hidupnya untuk kemajuan pendidikan di Jakarta. Walaupun ia seorang guru di Charitas, namun pengabdiannya tidak hanya terbatas di SMA Charitas tempat ia mengajar tapi ilmunya dipakai oleh banyak anak sekolah yang meminta prifat matematika dengan dia. Baginya, Pekerjaan dan kepercayaan tentang tugas dan tanggunjawab itu harus dilaksanakan dan dikerjakan dengan serius, sehingga hasilnya tidak mengecewakan kita. Dan jangan lupa, pengalaman selalu menjadi pemacu dalam meraih sesuatu impian. Kita harus belajar dari pengalaman dan pandai membaca dan memanfaatkan peluang dalam mengejar impian dan cita-cita.
Wah...... obrolan singkat ditemani secangkir kopi kapal api pagi ini ternyata memperkaya khasana pengetahuan dan membangkitkan semangat dalam mengejar impian yang menjadi dambaanku (kita). Terima kasih Bapak Listyo. Persaudaraan tidak memandang usia dan asal yang penting kita memaknai persahabatan dengan sesuatu yang membangun. Saya harus belajar banayak dari pengalaman bapak Listyo. Ketegasan dan kedisiplinan hidupnya berbuah keberhasilan. Selamat sukses Pak dan terimakasih untuk ngopi barengnya.
Jumat, 04 September 2009
GAMELAN MASUK GEREJA
WouUUUUU......... ning, nang, ning, nung,..... riuh lirih gamelan berkumandang membahana di Gereja St. Stefanus Cilandak, Minggu, 30 Agustus 2009. Alunan suara gamelan itu berdenting gemerincing indah nan syahduh hasil racikan dan binaan Bapak Hartono dan Ibu hartono dengan pelatih Vokal bang Romald, Sr. Emi , FCh dan Ibu Clara Ninung dari SMA Charitas Jakarta. Betapa tidak, Ruang Gereja pagi itu lain daripada biasanya; dimana musik gamelan menjadi pengiring lagu-lagu perayaan misa. Hari itu, di pagi yang cerah, kelompok Paduan Suara SMA Charitas mendapat kesempatan untuk menyanyi di Gereja dengan iringan musik tradisional Jawa, musik Gamelan bersama gending jawa.
Hehehehehe... siapa sih penabuh gamelannya? Siapa lagi kalau siswa-siswi SMA Charitas Jakarta....... Hebat and top buanget deh..... Gendingnya gending Jawa, misanya gaya Jawa, inkulturasi gitoeloh..... Mengiringi perayaan Ekaristi Di gereja dengan alat musik Organ dan Keyboard itu biasa.... karena organ adalah khas pengiring musik gereja di lingkungan Gereja Katolik; apalagi di ibu kota Jakarta; Namun mengiringi lagu gereja dengan musik tradisional apalagi dengan musik gamelan adalah sesuatu yang istimewa, langka dan luar biasa; apalagi para sinden dan penabuh gamelanya adalah orang muda, pelajar SMA yang kerap kali mempunyai image di masyarakat yang 'demen' banget dengan musik POP!!!!???? karena itu salut dan profisiat buat para siswa SMA Charitas jakarta yang mempunyai kepedulian dengan budaya nasional indonesia.
Musik gamelan merupakan ikon musik tradisional Jawa dan sudah mendunia. Kalau orang luar berbondong-bondong datang ke Indonesia untuk belajar gamelan dan membawa musik gamelan ini ke negaranya serta mempromosikan ke negaranya; mengapa kita sebagai pemilik Musik Unik ini kurang menaruh minat padanya........... (pertanyaan iseng nie...) Pertanyaan ini tidak berlaku untuk SMA Charitas. Mengapa? Di SMA Charitas Jakarta, sekolah yang bernaung dibawa Yayasan Pendidikan Charitas, milik Kogregasi FCh. (Suster-suster Charitas) Musik Gamelan dimasukan dalam kurikulum sekolah dan dimasukan dalam pelajaran sekolah. Yah... jadilah Gamelan itu diwariskan ke generasi muda .............. ajip....... dan TOp abis.............!!!
Jadi salut buat kelompok Paduan Suara SMA Charitas dan para pemain/ penabuh gamelan yang telah memberikan warna baru dalam lingkup perayaan dan memasuki ruang relung hati umat Geraja Katolik St. Stefanus Cilandak, Jakarta. Alunan gending membuka rongga jiwa warga gereja untuk semakin dekat dengan sang Penciptanya............. in omnibus Charitas dan Ngumandang Laras ingukoro Sekolah Charitas miwiti kiprahnyo, pranyoto kang dadi panjongko, Memetri sing budoyo, in omnibus charitas dasaring ngapdi, yo konco, yo konco promitro, muliagno kang mo kwoso......!!! (Dialek jawanya agak nyerempet......... abis yang nulis dan nyanyi ini bukan wong jowo tapi wong Flores.... sory ya....????)
Langganan:
Postingan (Atom)